TEMPO.CO, Jakarta - Sebanyak delapan hakim Mahkamah Konstitusi (MK) akan menangani sengketa hasil Pemilihan Presiden (Pilpres). Bagaimana jika dalam pengambilan suara hasilnya seri?
Juru Bicara MK Fajar Laksono mengatakan pengambilan keputusan di Mahkamah Konstitusi diatur dalam Pasal 45 Undang-undang tentang MK. Pertama, para Hakim Konstitusi harus bermusyawarah mufakat.
"Kalau tidak tercapai, cooling down dulu," ucap Fajar di Gedung MK, Jakarta Pusat pada Selaa, 26 Maret 2024.
Setelah itu, Hakim MK kembali musyawarah mufakat. Jika tidak tercapai, dilakukan pengambilan keputusan dengan suara terbanyak.
"Bagaimana kalau terjadi 4:4? Di Pasal 45 ayat 8 dikatakan, dalam hal suara hakim itu sama banyak, maka yang menjadi putusan MK adalah suara di mana Ketua Sidang pleno (Suhartoyo) berada," tutur Fajar.
Dia menegaskan, hal tersebut adalah ketentuan undang-undang. Sehingga, tidak akan ada jalan buntu dalam pengambilan keputusan.
"Jadi enggak ada cerita, putusan itu deadlock dengan delapan hakim konstitusi, pasti ada putusannya," ujar Fajar.
Adapun kedelapan Hakim MK yang akan mengadili permohonan PHPU Pilpres adalah Suhartoyo, Saldi Isra, Arief Hidayat, Enny Nurbaningsih, Daniel Yusmic Pancastaki Foekh, M. Guntur Hamzah, Ridwan Mansyur, dan Arsul Sani.
Sedangkan Anwar Usman dipastikan tidak akan menangani perkara sengketa hasil Pilpres, karena melakukan pelanggaran etik berat. Hal ini sesuai dengan putusan MKMK nomor 2/MKMK/L/11/2023.
Pilihan Editor: MK Tambah Kuota Saksi-Ahli di Sengketa Pemilu, Maksimal Jadi 19 Orang