TEMPO.CO, Jakarta - Partai Persatuan Pembangunan (PPP) untuk pertama kalinya tak lolos ke parlemen karena tak melewati 4 persen ambang batas parlemen. Partai berlambang Ka'bah itu hanya memperoleh suara nasional sebanyak 5.879.777 atau sekitar 3,87 persen.
Lantas, apa penyebab PPP gagal melaju ke Senayan menurut pengamat politik?
Direktur Trias Politika Strategis, Agung Baskoro, mengatakan terdapat beberapa faktor yang menyebabkan PPP gagal lolos ke Senayan. Agung mencontohkan, dukungan PPP terhadap pasangan calon Ganjar Pranowo-Mahfud Md tak mampu menarik suara elektoral.
Penyebabnya, kata dia, adalah perbedaan ideologi partai dan paslon. Menurut dia, pasangan Ganjar-Mahfud secara institusional lebih mengidentikkan kaum nasionalis, sementara PPP adalah partai dengan latar belakang nilai-nilai Islam.
Perbedaan itu membuat PPP tak mendapat efek ekor jas atau pengaruh dari Ganjar-Mahfud. “Di sinilah efek ekor jas tidak mengalir deras untuk PPP,” kata Agung saat dihubungi, Rabu, 20 Maret 2024.
Direktur Eksekutif Indonesia Political Opinion (IPO), Dedi Kurnia Syah, menilai terdapat tiga persoalan mendasar di tubuh PPP yang menyebabkan partai tersebut terempas dari Parlemen.
Persoalan pertama misalnya, penggulingan Suharso Monoarfa yang terlibat polemik “Amplop Kyai” turut serta dalam mendorong kegagalan PPP. “Beberapa langkah yang dilakukan Suharso tidak diteruskan oleh Mardiono yang menggantikannya. Hasilnya, simpul PPP buyar di tengah jalan,” ujar Dedi.
Pakar politik dari Universitas Al Azhar Indonesia, Ujang Komarudin, mengatakan salah satu faktor PPP tak lolos parlemen adalah terjadinya konflik di pucuk pimpinan partai pada September 2022.
Ketika itu, Muhammad Mardiono ditunjuk sebagai Pelaksana Tugas atau Plt Ketua Umum PPP menggantikan Suharso Monoarfa. Pergantian ini buntut dari kontroversi Suharso soal amplop kiai yang memicu masalah internal partai.
“Konflik yang menyertasi PPP sebelum Pemilu membuat pandangan publik tidak baik. Ini merugikan PPP,” kata Ujang saat dihubungi pada Rabu, 20 Maret 2024.
Ujang menilai menjelang Pemilu sebuah partai mesti mengonsolidasikan mesin partai agar bisa berjalan maksimal, bukan justru berkonflik. Dalam keadaan seperti ini, Ujang menilai berdampak pada lengahnya partai dalam Pemilu.
“Sebelum Pemilu harusnya konsolidasi dan bersatu, kerja keras. Kurang bersatu dan lengah,” tutur Ujang.
ANDI ADAM FATURAHMAN | ADIL AL HASAN
Pilihan Editor: Tidak Mencapai Ambang Batas Parlemen 4 Persen, Begini Respons PPP dan PSI