TEMPO.CO, Jakarta - Novel Baswedan, eks penyidik senior KPK berada pada urutan pertama dari 50 tokoh masyarakat dari berbagai latar belakang yang mengirimkan surat kepada lima ketua umum partai politik untuk mendorong pengajuan hak angket dugaan kecurangan Pemilu 2024.
Surat itu ditujukan kepada Ketua Umum PDIP Megawati Soekarnoputri, Ketua Umum Partai Nasdem Surya Paloh, Ketua Umum PKB Muhaimin Iskandar, Presiden PKS Ahmad Syaikhu, dan Ketua Umum PPP Muhammad Mardiono.
Surat tersebut menyebutkan dukungan digulirkannya hak angket karena berbagai peristiwa dan fakta yang mengonfirmasi proses pelaksanaan tahapan penyelenggaraan pemilu 2024. Pada sebagiannya, ada kecurigaaan yang makin meluas dan memvalidasi suatu indikasi yang sangat kuat, berupa terjadinya praktik-praktik kecurangan pemilu.
“Kita tidak boleh permisif dengan setiap praktek korup, apalagi ini terkait dengan proses demokrasi memilih pemimpin. Keyakinan bahwa telah terjadi penyimpangan atau kecurangan pemilu sangat jelas, maka harus diperiksa secara tuntas,” kata Novel Baswedan kepada Tempo.co, Senin, 11 Maret 2024.
Novel yang mewakili IM57+ Institute menyebutkan alasannya mendukung hak angket tersebut. “Kita tentu tidak ingin kecurangan dan praktek koruptif dalam pemilu dianggap lumrah atau dimaklumi,” kata dia.
Ia mengatakan, memang hak angket ini proses politik oleh DPR yang berasal dari partai politik. Seharusnya, DPR punya kewajiban pengawasan, dan oleh karena itu dilengkapi beberapa kewenangan di antaranya adalah hak angket.
“Masalahnya adalah menjadi seolah pengawasan oleh DPR hanya dilakukan oleh DPR dari partai politik pposisi saja. Kepentingan untuk mengungkap dan tidak memaklumi setiap perbuatan koruptif adalah bentuk kepedulian kita terhadap negeri ini,” ujarnya. “Karena, tidak mungkin kita meletakkan harapan baik kepada para pemimpin negeri yang terpilih secara curang, bermasalah atau korup. Sehingga surat dukungan atau desakan kepada pimpinan partai politik untuk melakukan hak angkat adalah penting”.
Novel menyebutkan, bila kecurangan, keburukan, penyimpangan, perilaku korup dalam proses demokrasi atau pemilu dilakukan atau bahkan itu dirancang dengan perencanaan yang sungguh-sungguh maka sesungguhnya kita sedang dipertontonkan dibangunnya ekosistem korupsi.
“Bila hak angket tidak dilakukan, maka praktek serupa akan terjadi lagi dan dianggap benar hingga lazim. Bila itu sampai terjadi, maka praktek korupsi juga akan menjadi-jadi dan kepentingan negara dan masyarakat akan terbaikan,” kata dia.
Selanjutnya: Isi Surat 50 Tokoh Dukung Hak Angket DPR