Peneliti Perludem lainnya, Heroik M. Pratama, mengatakan KPU perlu menjelaskan kondisi force majeure yang dimaksud sehingga rekapitulasi suara di daerah mundur. "Publik harus dijelaskan molornya karena apa," ujar Heroik saat ditemui Tempo di Bogor, Jawa Barat, pada Jumat. "Agar tidak ada spekulasi atau asumsi."
Namun, kata dia, poin pentingnya adalah agar proses rekap di tingkat nasional tidak melebihi jadwal. Yaitu, 35 hari setelah Pemilu berlangsung.
2. PPP: Kepatuhan pada Jadwal Sangat Perlu untuk Menghindari Negosiasi
Ketua Majelis Pertimbangan DPP PPP Muhammad Romahurmuziy mengatakan rekap suara atau pleno berjenjang merupakan suatu kewajiban, sehingga tetap harus dilakukan meski ada yang mengalami keterlambatan waktu penyelesaian.
“Tapi, kepatuhan pada jadwal ini sangat perlu untuk menghindari ruang-ruang negosiasi di lapangan dengan penyelenggara" kata Romy, sapaan akrabnya pada Tempo, Jumat, 8 Maret 2024.
Romy juga meminta Bawaslu mengawal kecocokan antara formulir C1 dengan rekapitulasi suara. Apalagi, kata dia, diduga terjadi penggelembungan suara partai tertentu di Sistem Informasi Rekapitulasi (Sirekap).
Adapun Wakil Ketua Badan Pemenangan Pemilu atau Bappilu DPP PPP, Achmad Baidowi, meminta penyelenggara pemilu bisa memastikan rekapitulasi suara harus selesai 20 hari setelah Pemilu di tingkat kabupaten, 25 hari setelah Pemilu di tingkat provinsi, dan 35 hari setelah Pemilu di tingkat nasional.
“Ya, kalau ada force majeure, bisa saja dilakukan penyesuaian yang penting rekap tidak melebihi batas waktu yang diberikan," ujar Baidowi.
Dia menjelaskan, kondisi lapangan seringkali tidak memungkinkan untuk dilanjutkan rekapitulasi suara.
"Molornya rekapitulasi di tingkat kecamatan itu sering kali ada protes dari saksi-saksi partai, termasuk dari saksi PPP. Misalnya ada pergeseran suara di sejumlah Dapil, maka kemudian kami minta plenonya ditunda penyelesaiannya," tutur Baidowi.