TEMPO.CO, Jakarta - Partai Persatuan Pembangunan atau PPP menyebut besaran parliamentary threshold sebesar 2,5 persen dinilai ideal untuk diterapkan di pemilihan umum (Pemilu) mendatang.
Sekretaris Fraksi PPP, Achmad Baidowi mengatakan, besaran parliamentary threshold sebesar 2,5 persen seperti diterapkan pada Pemilu 2009 moderat untuk meminimalisir suara terbuang. "Kalau tujuannya penyederhanaan partai, ini proporsional dan tidak banyak membuang suara," kata Baidowi, Selasa, 5 Maret 2024.
Namun, Baidowi melanjutkan, apabila besaran 2,5 persen tetap dirasa belum mengakomodir sebagaimana hasil putusan Mahkamah Konstitusi maka usul penghapusan parliamentary threshold, kata dia, sah-sah saja dilakukan untuk meminimalisir terbuangnya suara. "Tetapi masalahnya, MK memberi kewenangan pada DPR untuk menghitung ulang. Bukan menghapus," ujar Baidowi.
Kamis lalu, Mahkamah Konstitusi mengabulkan sebagian gugatan uji materi Perludem mengenai ketentuan ambang batas parlemen sebesar 4 persen suara sah nasional yang diatur dalam Undang-Undang Nomor 7 Tahun 2017 tentang Pemilu. "Mengabulkan permohonan pemohon untuk sebagian," kata Ketua MK Suhartoyo membacakan amar putusan dalam Sidang Pleno MK.
Para hakim konstitusi sepakat bahwa ketentuan ambang batas parlemen itu tidak sejalan dengan prinsip kedaulatan rakyat, keadilan pemilu dan melanggar kepastian hukum yang telah dijamin konstitusi.
MK memutuskan norma Pasal 414 ayat 1 UU Pemilu adalah konstitusional sepanjang tetap berlaku untuk Pemilu DPR 2024 dan konstitusional bersyarat untuk diberlakukan pada Pemilu DPR 2029 dan pemilu berikutnya, sepanjang telah dilakukan perubahan ambang batas parlemen dengan berpedoman pada persyaratan yang telah ditentukan.
Pakar Rekomendasikan 1 Persen
Pakar Kepemiluan Universitas Indonesia, Titi Anggraini dan Pakar Hukum Tata Negara Universitas Mulawarman, Herdiansyah Hamzah merekomendasikan agar DPR merevisi persentase parliamentary threshold Pemilu 2029, dengan besaran 1 persen.
Titi mengatakan, rekomendasi parliamentery threshold 1 persen ini merujuk pada argumentasi Perkumpulan untuk Pemilu dan Demokrasi (Perludem) dalam permohonan gugatan uji materi Pasal 414 Ayat (1) Undang-Undang Nomor 7 Tahun 2019 tentang Pemilu di Mahkamah Konstitusi. "Ini mampu menyaring partai politik yang memiliki dukungan signifikan, dan dapat memperkecil suara terbuang," kata Titi kepada Tempo, Jumat, 1 Maret 2024.
Meski penggunaan parliamentary threshold 1 persen ini pernah diterapkan pada Pemilu 2009 dan 2019 dengan hasil yang masih tidak proporsional. Namun, kata dia, penerapannya mampu menurunkan indeks Lsq dan LHI. "Sehingga hasil Pemilu 2009 dan 2019 mendekati semiproporsional," ujar Titi.
Alternatif lainnya, kata Titi, DPR bisa melakukan penyederhanaan besaran daerah pemilihan dan alokasi kursi. Dengan demikian suara sah pemilih tetap diperhitungkan dalam konversi suara menjadi kursi, namun konsep penyederhanaan tetap bisa dilakulan melalui penyederhanaan jumlah kursi yang diperbutkan. "Atau bisa juga menerapkan ambang batas pembentukan fraksi," ucapnya.
Pembentukkan Fraksi ini, nantinya akan membuat partai-partai yang memperoleh kursi sedikit berbagung dengan partai lain sehingga bisa mememuhi syarat untuk pembentukan Fraksi.
Sementara itu, Herdiansyah mengatakan, secara ideal, parliamentary threshold harus dihapus dalam penyelenggaraan pemilu. Namun, kalaupun tetap diterapkan ambang batas sebesar 1 persen, hal tersebut harus dibarengi dengan rasionalisasi yang memadai. "Tetapi, kalau tujuannya soal penyederhanaan partai, jangan ambang batasnya yg diatur," kata Herdiansyah.
DPR, kata dia, mestinya merevisi Undang-Undang tentang Pemilu, khususnya pada Pasal 414 Ayat (1) dengan mengurangi jumlah daerah pemilihan. "Misalnya, jumlah kursi per dapil maksimal 6-8 kursi," ujarnya.
Adapun Anggota Komisi Pemerintahan, Guspardi Gaus mengatakan, DPR tidak akan merubah persentase ambang batas parlemen hingga ke 0 persen. Sebab, penghapusan ambang batas parlemen bakal menjadi kendala bagi dinamika DPR dalam menata para calon anggota legislator terpilih. "Putusan MK kan tidak melarang ambang batas, hanya tidak aspiratif jika 4 persen," kata Guspardi.
Meski begitu, Guspardi mengklaim, DPR akan menindaklanjuti hasil putusan tersebut sesuai dengan syarat-syarat yang dimintakan Mahkamah. "Jadi yang dievaluasi adalah nilai 4 persennya. Bukan dihilangkan ambang batas parlemennya," ujar Guspardi.
Nantinya, politikus Partai Amanat Nasional itu melanjutkan, Fraksi-fraksi partai politik di Komisi Pertahanan akan saling menyampaikan pandangannya terkait besaran persentase ambang batas parlemen. "Jadi nanti apakah 3 atau 2 persen. Yang pasti tidak akan 0 persen," ucap Guspardi.
Pilihan Editor: NasDem Pastikan Jadi Bagian Pengusul Hak Angket Dugaan Kecurangan Pemilu