TEMPO.CO, Jakarta - Forum Masyarakat Peduli Parlemen Indonesia (Formappi) turut berkomentar soal rencana DPR yang bakal mengeksekusi putusan perkara Mahkamah Konstitusi Nomor 116/PUU-XXI/2023 soal aturan ambang batas parlemen.
Peneliti Formappi Lucius Karus mengatakan persentase yang ideal untuk diterapkan dalam Pemilihan Umum (Pemilu) 2029, dapat mengikuti persentase ambang batas yang diterapkan pada Pemilu 2009, yaitu 2,5 persen. "Dengan syarat rasionalisasi yang memadai," kata Lucius saat dihubungi, Jumat, 1 Maret 2024.
Ambang batas 2,5 persen itu, kata dia, cukup lebih ideal ketimbang harus menghapus ambang batas hingga 0 persen. Sebab, menurut Lucius, dengan penghapusan ambang batas parlemen, maka akan semakin banyak partai politik di parlemen. "Potensinya, menjadikan proses pengambilam keputusan tidak efektif karena harus memperhitungkan fraksi dengan 1-2 kursi saja," ujarnya.
Justru, Lucius melanjutkan, hal yang mesti banyak dikurangi persentasenya, ialah ambang batas presiden dari 20 menjadi sekitar 10-15 persen saja.
Dengan pengurangan itu, kata Lucius, akan menjadikan proses pengusungan calon presiden dan wakil presiden tidak hanya terpusat di beberapa partai saja. "Dan akan lebih banyak alternatif untuk memilih, tidak hanya 2-3 pasangan calon saja," katanya.
Sebelumnya, politikus PAN Guspardi Gaus mengatakan, DPR tidak akan merubah persentase ambang batas parlemen hingga ke 0 persen. Sebab, penghapusan ambang batas parlemen bakal menjadi kendala bagi dinamika DPR dalam menata para calon anggota legislator terpilih. "Putusan MK kan tidak melarang ambang batas, hanya tidak aspiratif jika 4 persen," kata Guspardi.
Meski begitu, Guspardi mengklaim, DPR akan menindaklanjuti hasil putusan tersebut sesuai dengan syarat-syarat yang diminta Mahkamah. "Jadi yang dievaluasi adalah nilai 4 persennya, bukan dihilangkan ambang batas parlemennya," ujar Guspardi.
Pilihan Editor: Jokowi Diserbu Kritikan Buntut Berikan Prabowo Gelar Jenderal TNI Kehormatan, KontraS: Gelar yang Tidak Pantas