"Mulai 2029 harus dihitung ulang," kata kuasa hukum Perludem, Fadli Ramadhanil, saat dihubungi pada Kamis, 29 Februari 2024.
Dalam perkara ini, Perludem menggugat frasa "partai politik peserta pemilu harus memenuhi ambang batas perolehan suara paling sedikit empat persen dari jumlah suara sah secara nasional untuk diikutkan dalam penentuan perolehan kursi anggota DPR".
Fadli mengatakan angka 4 persen itu berdampak pada terbuang atau hangusnya suara pemilih. "Makanya mesti dihitung secara benar," tutur peneliti Perludem itu.
Perludem ingin norma pada pasal tersebut diganti menjadi "partai politik peserta pemilu harus memenuhi ambang batas perolehan suara efektif secara nasional untuk diikutkan dalam penentuan perolehan kursi anggota DPR dengan ketentuan:
a. Bilangan 75 persen dibagi dengan rata-rata besaran daerah pemilihan, ditambah satu, dan dikali dengan akar jumlah daerah pemilihan;
b. Dalam hal hasil bagi besaran ambang parlemen sebagaimana dimaksud huruf a menghasilkan bilangan desimal, dilakukan pembulatan”.
Parliamentary Threshold Tak Efektif Menyederhanakan Sistem Kepartaian
Dalam putusan Nomor 116/PUU-XXI/2023 yang diunggah di situs web mkri.id disebutkan pemohon, yaitu Perludem, menyatakan penetapan angka atau persentase ambang batas parlemen dalam membahas Undang-Undang Nomor 7 Tahun 2017 tidak terdapat perdebatan dan pijakan akademik yang jelas dalam menentukan angka atau persentase ambang batas parlemen dimaksud.
Perdebatan yang tampak hanya soal besaran angka, tanpa menghitung dampaknya terhadap prinsip pemilu proporsional dan suara pemilih yang terbuang. Bahkan, yang tidak kalah pentingnya untuk dikemukakan, pada salah satu rapat Pansus, tidak ada partai politik yang mengusulkan 4 persen besaran ambang batas parlemen dimaksud.