Perludem, dalam pokok permohonan di putusan itu, menyatakan ambang batas parlemen tidak cukup efektif dalam menyederhanakan sistem kepartaian di Indonesia. Dengan menggunakan faktor “interaksi antar partai yang menjadi definisi sistem kepartaian dipengaruhi oleh relevansi atau konsentrasi jumlah kursi yang dimiliki partai politik di parlemen” merujuk hasil pada pemilu sejak reformasi, Pemilu 1999 yang sama sekali tidak menerapkan ambang batas parlemen justru menghasilkan sistem multipartai sederhana.
Sementara itu, hasil pemilu yang menggunakan ambang batas parlementer, yaitu Pemilu 2009, Pemilu 2014, dan Pemilu 2019 yang masing-masing dengan ambang batas parlemen Pemilu DPR 2,5 persen; 3,5 persen; dan 4 persen justru menghasilkan sistem multipartai ekstrem.
Akibatnya, ketiga pemilu dimaksud menciptakan disproporsionalitas hasil pemilu yang disebabkan ambang batas parlemen yang tidak dihitung secara terbuka, akurat, dan transparan, tentu mengakibatkan sistem pemilu proporsional menjadi tidak pasti.
IKHSAN RELIUBUN | MKRI.ID | ANTARA
Pilihan editor: 6 Putusan MK Soal Ambang Batas Parlemen dari 2009 hingga 2020