TEMPO.CO, Jakarta - Sekretaris Jenderal Partai NasDem, Hermawi Taslim mengomentari putusan Mahkamah Konstitusi yang menghapus ambang batas parlemen atau parliamentary threshold sebesar 4 persen. Ambang batas parlemen 4 persen ini diatur dalam Pasal 414 ayat 1 Undang-Undang Nomor 7 Tahun 2017 tentang Pemilu.
Ia mengatakan partainya menghormati putusan tersebut namun menilai ambang batas parlemen atau parliamentary threshold tetap diperlukan. "Kami berpendapat bahwa pengaturan pembatasan ambang batas parlemen tetap diperlukan, dan secara bertahap dinaikan agar terjadi penyederhanaan partai secara alami," katanya Jumat 1 Maret 2024.
Hermawi beralasan pemberlakuan ambang batas parlemen adalah sebuah praktik demokrasi modern dalam rangka konsolidasi demokrasi, untuk mewujudkan jumlah partai yang ideal dalam keikutsertaan pada pemilu.
"Konsolidasi demokrasi dalam bentuk pengaturan ambang batas parlemen niscaya dinilai akan menciptakan demokrasi yang sehat karna mendorong partai-partai yang seidelogi-seplatform untuk menyatukan diri agar menjadi kekuatan politik yang besar dan diperhitungkan dalam pencaturan politik," ujarnya.
Ketika ditanya soal angka ambang batas yang ideal, Hermawi mengatakan belum bisa memastikan secara spesifik. "Belum spesifik, tapi harapan kami itu dinaikan," ujarnya. Soal rencana ke depan, ia mengatakan belum ada komunikasi dengan partai lain. "Belum ada, NasDem masih mencermati rekap manual KPU. Masih fokus pemilu," ucapnya.
Putusan MK berlaku mulai 2029
Pada sidang yang berlangsung Kamis, 29 Februari 2024 kemarin, MK mengabulkan sebagian gugatan uji materi Perkumpulan untuk Pemilu dan Demokrasi atau Perludem mengenai ketentuan ambang batas parlemen sebesar 4 persen suara sah nasional yang diatur dalam Undang-Undang Nomor 7 Tahun 2017 tentang pemilihan umum atau Pemilu.
"Mengabulkan permohonan pemohon untuk sebagian," kata Ketua MK Suhartoyo membacakan amar putusan dalam Sidang Pleno MK.
Para hakim konstitusi sepakat bahwa ketentuan ambang batas parlemen itu tidak sejalan dengan prinsip kedaulatan rakyat, keadilan pemilu dan melanggar kepastian hukum yang telah dijamin konstitusi.
MK memutuskan norma Pasal 414 ayat 1 UU Pemilu adalah konstitusional sepanjang tetap berlaku untuk Pemilu DPR 2024 dan konstitusional bersyarat untuk diberlakukan pada Pemilu DPR 2029 dan pemilu berikutnya, sepanjang telah dilakukan perubahan ambang batas parlemen dengan berpedoman pada persyaratan yang telah ditentukan.
Dalam perkara ini, Perludem menggugat frasa "partai politik peserta pemilu harus memenuhi ambang batas perolehan suara paling sedikit empat persen dari jumlah suara sah secara nasional untuk diikutkan dalam penentuan perolehan kursi anggota DPR".
Perludem sebagai pihak yang mengajukan gugatan uji materil dengan nomor perkara 116/PUU-XXI/2023 itu menginginkan norma pada pasal tersebut diganti menjadi "partai politik peserta pemilu harus memenuhi ambang batas perolehan suara efektif secara nasional untuk diikutkan dalam penentuan perolehan kursi anggota DPR dengan ketentuan:
- Bilangan 75 persen dibagi dengan rata-rata besaran daerah pemilihan, ditambah satu, dan dikali dengan akar jumlah daerah pemilihan;
- Dalam hal hasil bagi besaran ambang parlemen sebagaimana dimaksud huruf a menghasilkan bilangan desimal, dilakukan pembulatan”.
Menurut Kuasa hukum Perludem Fadli Ramadhanil, angka 4 persen sekarang tidak jelas. "Karena angka 4 persen sekarang tak jelas, dihasilkan dari basis perhitungan mana," ujar Fadli saat dihubungi, Kamis, 29 Februari 2024.
Padahal, Fadli mengatakan angka 4 persen itu berdampak pada terbuang atau hangusnya suara pemilih, "Makanya mesti dihitung secara benar," ujar Fadli.
Dia mengatakan, cara menghitung itu menggunakan "rumus matematika" pemilu yang berlaku secara universal. "Mempertimbangkan perolehan suara, pemilih, dan besaran daerah pemilihan," ujar dia.
Pertimbangan Hukum MK
Dalam pertimbangan hukum yang dibacakan oleh Wakil Ketua MK Saldi Isra, MK tidak menemukan dasar rasionalitas dalam penetapan besaran angka atau persentase paling sedikit empat persen dimaksud dalam pasal tersebut.
Saldi juga menyebut angka ambang batas parlemen tersebut juga berdampak terhadap konversi suara sah menjadi jumlah kursi DPR yang berkaitan dengan proporsionalitas hasil pemilu.
Sebagai contoh, MK memaparkan, pada Pemilu 2004, suara yang terbuang atau tidak dapat dikonversi menjadi kursi adalah sebanyak 19.047.481 suara sah atau sekitar 18 persen dari suara sah secara nasional.
Kebijakan ambang batas parlemen dinilai telah mereduksi hak rakyat sebagai pemilih. Hak rakyat untuk dipilih juga direduksi ketika mendapatkan suara lebih banyak tetapi tidak menjadi anggota DPR karena partainya tidak mencapai ambang batas parlemen.
"Hal demikian disadari atau tidak, baik langsung atau tidak telah mencederai kedaulatan rakyat, prinsip keadilan pemilu, dan kepastian hukum yang adil bagi semua kontestan pemilu, termasuk pemilih yang menggunakan hak pilih. Berdasarkan hal tersebut, dalil pemohon yang pada pokoknya menyatakan ambang batas parlemen dan/atau besaran angka atau persentase ambang batas parlemen yang tidak disusun sesuai dengan dasar metode dan argumen yang memadai pada dasarnya dapat dipahami oleh Mahkamah," kata Saldi.
ANDI ADAM
Pilihan Editor: Romy PPP Berharap Putusan MK soal Ambang Batas Parlemen Mulai Berlaku Saat Diputuskan