TEMPO.CO, Jakarta - Komisi Nasional Hak Asasi Manusia atau Komnas HAM menemukan sejumlah fakta ketidaknetralan aparatur negara yang mengarahkan pemenangan pada salah satu peserta pemilu tertentu. Hasil temuan Komnas HAM itu diuraikan dalam lima peristiwa.
"Komnas HAM, kata Saurlin, juga menemukan adanya ketidaknetralan aparatur negara selama Pemilu 2024," kata Anggota Tim Pemilu Komnas HAM, Saurlin Siagian di Kantor Komnas HAM, Menteng, Jakarta Pusat, pada Rabu, 21 Februari 2024, seperti dikutip dari Tempo.
Komnas HAM mengamati situasi penyelenggaraan Pemilu 2024 di 14 provinsi dan 50 kabupaten / kota, sejak 12 hingga 16 Februari 2024.
Ada lima peristiwa yang Komnas HAM rangkum, berdasarkan informasi dari Badan Pengawas Pemilihan Umum atau Bawaslu, soal ketidaknetralan aparatur negara.
Lima peristiwa di berbagai daerah
Dalam temuan Komnas HAM itu disebutkan sebanyak 12 kepala desa di Kecamatan Buduran, Sidoarjo, Jawa Timur menyatakan dukungannya kepada salah satu peserta pemilu.
Di wilayah yang lain, di Kabupaten Temanggung, ditemukan indikasi tidak netral aparatur negara dari adanya rapat koordinasi kepala desa setempat untuk pemenangan pasangan calon presiden dan calon wakil presiden tertentu.
Kecurangan yang sama juga terjadi di Samarinda, yakni wali kotanya mengarahkan kepada jajarannya untuk memilih peserta pemilu tertentu.
"Ada juga oknum ASN (Aparatur Sipil Negara) di Cianjur tertangkap tangan melakukan politik uang, dan ajakan Penjabat Gubernur Kalimantan Barat ke masyarakatnya untuk memilih capres yang mendukung pembangunan IKN (Ibu Kota Nusantara)," kata Saurlin.
Sementara Ketua Tim Pemilu Komnas HAM Pramono Ubaid Tanthowi meminta kepada para peserta pemilu, baik itu capres-cawapres maupun partai politik, untuk memperjuangkan keadilannya melalui jalur hukum yang berlaku, apabila merasa keberatan terhadap hasil pemilu.
"Kami mendorong, yang merasa keberatan untuk memperjuangkan keadilannya melalui Bawaslu, DKPP, dan MK," kata Pramono, Rabu, 21 Februari 2024.
Pramono yang pernah Anggota KPU 2017-2022 ini meminta peserta pemilu, untuk menyikapi hasil penghitungan cepat secara bijaksana.
Kepada peserta pemilu agar berperan aktif menjaga situasi dan kondisi yang kondusif, katanya, tidak memprovokasi masyarakat agar tidak terjadi kekerasan atau konflik horizontal.
Dia pun meminta pasangan calon presiden dan calon wakil presiden maupun partai politik agar menunggu keputusan resmi dari KPU sebagai hasil pemilu yang sah dan berkekuatan hukum.
"Sebaiknya menunggu keputusan resmi dari KPU sebagai hasil pemilu yang sah dan berkekuatan hukum," ucapnya.
Selanjutnya: Ganjar dorong hak angket di DPR