TEMPO.CO, Jakarta - Sutradara film Dirty Vote, Dandhy Dwi Laksono, mengatakan ide awal pembuatan film terbarunya tersebut datang dari kegelisahannya melihat berita soal kecurangan Pemilihan Umum atau Pemilu 2024.
“Kita melihat berita sehari-hari soal menteri yang kampanye, menteri yang nggak malu-malu lagi mengatakan bansos itu dari presiden. Jadi kok kayaknya kita jadi hancur standar normalnya,” kata dia dalam video wawancara eksklusif di YouTube Indonesia Baru.
Dia mengaku mengalami era Soeharto dan Reformasi. Menurut dia, apa yang terjadi saat ini adalah sesuatu yang tidak normal. “Tetapi karena kayaknya dibikin setiap hari, jadi kayak this is not a bad thing. Lama-lama kita kayak normal aja,” ujarnya.
Atas dasar beberapa kecurangan yang bersliweran tiap hari, dia merasa bahwa diperlukan strategi untuk membuat kecurangan yang lewat tiap hari menjadi sesuatu yang bisa dilihat dari jarak yang baik. “Jadi kayak helicopter view, itu idenya,” katanya.
Ide tersebut kemudian semakin terpicu ketika Dandhy menyimak siniar dari Feri Amsari, ahli hukum tata negara dari Universitas Andalas. “Gila, ini sebenarnya hal yang nggak saya peduliin sebagai golputers,” ungkapnya.
Film dokumenter Dirty Vote dibintangi tiga ahli hukum tata negara, yakni Bivitri Susanti, Zainal Arifin Mochtar, dan Feri Amsari. Ketiganya memaparkan sejumlah data dan mengurai pelanggaran hukum serta potensi kecurangan Pemilu 2024.
Pililihan Editor: