TKN Prabowo-Gibran: Sesuatu bernada fitnah
Sementara Wakil Tim Kampanye Nasional (TKN) Prabowo-Gibran, Habiburokhman mempersoalkan film dokumenter yang mengungkap berbagai dugaan kecurangan Pemilu.
“Sebagian besar yang disampaikan film itu adalah sesuatu yang bernada fitnah, narasi kebencian yang bernada asumtif dan sangat tidak ilmiah. Saya mempertanyakan kapasitas tokoh-tokoh yang ada di film itu,“ kata Wakil Ketua TKN Prabowo Gibran, Habiburokhman, di Media Center TKN Prabowo Gibran, Jalan Sriwijaya 1 Nomor 16, Jakarta Selatan, Ahad, 11 Februari 2024.
Ia merasa film itu memiliki tendensi dan keinginan untuk mendegradasi Pemilu 2024 dengan narasi yang menurutnya sangat dasar. Menurut dia, rakyat juga paham pihak mana yang melakukan kecurangan serta Presiden Jokowi yang berkomitmen menegakkan demokrasi.
“Kalau film itu disampaikan oleh saudara Zainal Arifin Muchtar (Peneliti Hukum Tata Negara UGM) agar rakyat menjadikan film itu sebagai dasar penghukuman, justru kami khawatir rakyat yang akan menghukum mereka. Dengan cara rakyat sendiri,” katanya.
Habiburokhman mengatakan TKN Prabowo-Gibran juga menyoroti pernyataan Akademisi Hukum Universitas Andalas Feri Amsari yang mengatakan penunjukan 20 penjabat kepala daerah di 20 provinsi.
“Ini dikaitkan dengan jumlah DPT 140 juta suara yang ekuivalen lebih dari setengah dari jumlah pemilih di seluruh Indonesia. Narasi ini sangat tak ilmiah dan sangat tak masuk akal,” kata dia.
Ia mempertanyakan keabsahan seorang penjabat kepala daerah bisa memastikan seluruh pemilih di daerah masing-masing untuk memilih sesuai yang dikehendaki Presiden Jokowi.
“Logikanya bagaimana? Itukan benar-benar narasi yang sangat spekulatif dan lemah secara argumen, makanya jauh dari yang namanya ilmiah. Saya ragu dia doktor, oh belum doktor ya? Jadi ilmunya belum sampai ke tingkat yang filosofis. Cara berpikirnya sangat patut dipertanyakan,” ujar Habiburokhman.
Ia juga meragukan pernyataan ahli hukum tata negara Sekolah Tinggi Hukum (STH) Indonesia Jentera, Bivitri Susanti, yang menyatakan ingin terlibat dalam film ini karena banyak orang yang akan makin paham bahwa memang telah terjadi kecurangan yang luar biasa sehingga pemilu ini tak bisa dianggap baik-baik saja.
“Pernyataan ini benar-benar tak berdasar, tak disebut peristiwa kecurangan yang mana, peristiwa yang mana, apa buktinya. Bagaimana status pelaporannya, dan bagaimana status penanganan perkaranya,” kata dia.
Menurut dia, jika ingin bicara soal kecurangan, maka harus faktual. Habiburokhman mempertanyakan landasan Bivitri bisa mengatakan ada kecurangan. “Apa luar biasanya. Kalau ada satu dua yang melakukan pelanggaran apakah sudah diproses secara hukum. Jadi ini lagi-lagi murni asumsi, ya,” ujarnya.
Selanjutnya: TPN Ganjar-Mahfud: Bagus untuk pendidikan politik masyarakat