TEMPO.CO, Jakarta - Menjelang debat capres, Pusat Studi Pendidikan dan Kebijakan atau PSPK merekomendasikan lima isu pendidikan yang perlu menjadi perhatian ketiga pasangan calon presiden dan wakil presiden. Direktur Eksekutif PSPK, Nisa Felicia Faridz mengatakan, rekomendasi isu yang diberikan berupa strategi yang secara eksplisit menjelaskan kebijakan yang perlu dikeluarkan oleh pemerintah ke depannya.
"Kami punya rekomendasi Kebijakan untuk pendidikan berkualitas yang berkeadilan dan berpihak kepada anak," kata Nisa kepada Tempo pada 30 Januari 2024.
Menurut Nisa, pendidikan anak yang berkualitas membutuhkan upaya yang menyeluruh dan sistemik. Mulai dari penyelarasan kebijakan, penguatan strategi implementasi berkelanjutan berbasis data umpan balik, dan waktu yang memadai untuk seluruh komponen ekosistem pendidikan bertransformasi.
"PSPK merekomendasikan strategi kebijakan 5 tahun yang bertujuan untuk memberikan kesempatan kepada semua anak Indonesia mendapatkan pendidikan berkualitas yang mengembangkan potensi mereka untuk memajukan kehidupan bangsa," kata Nisa.
Lima Isu Rekomendasi PSPK
Nisa mengatakanisu pertama adalah akses yang berkeadilan ke sekolah yang berkualitas dan terjangkau. Berdasarkan Pasal 31 Undang-Undang Dasar (UUD) Negara RI Tahun 1945 dan UU Nomor 20 Tahun 2003 tentang Sistem Pendidikan Nasional, terdapat dua kebijakan dalam menunjang akses pembelajaran yang berkeadilan, dilihat dari pemenuhan daya tampung dan meratanya kesempatan pendidikan.
"Saat ini, akses pada pendidikan berkualitas dan berkeadilan untuk setiap anak masih belum tercapai. Dibutuhkan kehadiran pemerintah untuk mendukung terpenuhinya hak anak untuk pendidikan berkualitas dan terjangkau (tidak berbiaya atau berbiaya rendah)," kata Nisa.
Isu kedua, merujuk pada pembelajaran berkualitas yang berkeadilan. PSPK memandang bahwa pembelajaran bukanlah hanya masalah teknikal terkait kemampuan guru mengajar atau kualitas buku teks saja, melainkan sinergi semuanya.
"Faktor guru, kurikulum, dan murid bukanlah faktor yang berdiri sendiri-sendiri melainkan ada interaksi antar-ketiganya yang mempengaruhi kualitas hasil belajar dan interaksi tersebut dipengaruhi oleh faktor-faktor di luar sekolah," kata Nisa.
Isu ketiga, yakni pemerataan guru yang berkualitas. Menurutnya, guru, sebagai bagian dari ekosistem dalam sekolah yang memiliki pemeran yang sangat penting dalam proses pembelajaran anak, dan menurut beberapa penelitian dilihat sebagai faktor yang menentukan capaian dan hasil belajar anak.
"Saat ini, semua anak belum memiliki terhadap guru yang berkualitas, yang mengimplikasi adanya tantangan terkait strategi distribusi, pengembangan kompetensi dan kesejahteraan guru. Penting untuk dipahami juga bahwa ketiga aspek ini harus saling berkaitan," katanya.
Keempat, isu pendidikan vokasi sebagai persiapan kerja. Nisa menilai, dari data Badan Pusat Statistik pada Agustus 2023 lalu, pengangguran di Indonesia masih berjumlah 7,86 juta orang dengan tingkat pengangguran terbuka 5,32 persen. Meski sudah berkurang sebanyak 0,56 juta orang jika dibandingkan dengan Agustus 2022 yaitu 8,42 juta orang, pendidikan vokasi masih terus ditata lebih baik.
Menurut Nisa, pendidikan vokasi khususnya untuk Sekolah Menengah Kejuruan atau SMK, berfokus pada penyiapan peserta didik. Terutama untuk bekerja atau berwirausaha. Dalam bidang tertentu, dengan keahlian terapan, menjadi fokus pemerintah dalam beberapa kurun waktu terakhir.
"Sehingga kesempatan untuk meningkatkan kesejahteraan hidup melalui pendidikan harus didapatkan oleh setiap anak. Pendidikan vokasi menjadi salah satu kesempatan untuk menyiapkan anak dengan keterampilan vokasional sesuai dengan perkembangan dunia kerja yang membuatnya berdaya dan siap untuk memasuki dunia kerja," katanya.
Terakhir, adalah pemerataan akses dan kualitas pendidikan tinggi. Secara umum, menurut Nisa, akses ke pendidikan tinggi di Indonesia masih perlu dan dapat ditingkatkan. Meskipun pemerintah tidak menyertakan jenjang pendidikan tinggi ke dalam program Wajib Belajar, akses ke pendidikan tinggi diharapkan semakin meningkat seiring dengan pentingnya kualitas sumber daya manusia untuk masa depan Indonesia.
"Dengan adanya visi Indonesia Emas 2045 yang bertumpu pada kualitas dan kapasitas SDM, partisipasi pada jenjang pendidikan tinggi menjadi semakin krusial," katanya.
Pilihan Editor: Luhut Perintahkan Pilpres Satu Putaran, Ini Strategi yang Dilakukan Pandawa Lima