TEMPO.CO, Jakarta - Pusat Studi Pendidikan dan Kebijakan (PSPK) menilai akses pada pendidikan berkualitas dan berkeadilan untuk setiap anak masih belum tercapai. Hal itu dapat dilihat dari rendahnya daya tampung siswa baik SMP/MTS hingga jenjang SMA. Menurut data yang dihimpun PSPK, terdapat 32 kabupaten/kota di Indonesia yang masih mengalami kekurangan daya tampung di jenjang SMP/MTs.
"Hal ini mengindikasikan bahwa masih ada anak yang belum terpenuhi hak-nya untuk menempuh pendidikan dasar (SMP)," kata Direktur Eksekutif PSPK, Nisa Felicia Faridz melalui Surat Rekomendasi Kebijakan untuk Pendidikan Berkualitas yang Berkeadilan dan Berpihak Kepada Anak yang diterima Tempo pada Selasa, 30 Januari 2024.
Surat rekomendasi itu juga telah disampaikan oleh PSPK kepada pasangan capres-cawapres 2024. Pemberian rekomendasi itu diharapkan dapat menjadi masukan bagi mereka untuk bidang pendidikan jika nanti terpilih sebagai presiden-wakil presiden. Persoalan akses pendidikan yang berkualitas juga diharapkan dapat dibahas dalam debat capres terakhir yang mengangkat isu mengenai kesejahteraan sosial, kebudayaan, pendidikan, teknologi informasi, kesehatan, ketenagakerjaan, sumber daya manusia dan inklusi.
Berdasarkan Pasal 31 UUD Negara RI Tahun 1945 dan UU Nomor 20 Tahun 2003 tentang Sistem Pendidikan Nasional, terdapat dua kebijakan dalam menunjang akses pembelajaran yang berkeadilan, dilihat dari pemenuhan daya tampung dan meratanya kesempatan pendidikan. "Saat ini, akses pada pendidikan berkualitas dan berkeadilan untuk setiap anak masih belum tercapai. Dibutuhkan kehadiran pemerintah untuk mendukung terpenuhinya hak anak untuk pendidikan berkualitas dan terjangkau (tidak berbiaya atau berbiaya rendah)," kata Nisa.
Menurut Nisa, dari 514 kabupaten/kota di Indonesia, hanya 273 kabupaten/kota yang kebutuhan daya tampungnya dapat dipenuhi oleh SMP Negeri/sederajat. Sisanya sekitar 46 persen, perlu dukungan sekolah swasta dalam memenuhi kebutuhan daya tampung sehingga akses pendidikan belum sepenuhnya gratis.
Kesenjangan pendidikan
Nisa mengatakan jika dilihat berdasarkan kualitas, terdapat kesenjangan kualitas yang ditunjukkan oleh hasil akreditasi satuan pendidikan negeri dan swasta. Satuan pendidikan swasta masih didominasi dengan akreditasi B sekitar 51 persen untuk SMP dan 60 persen untuk MTs.
"Kesenjangan yang besar terjadi terutama pada madrasah swasta dimana akreditasi B dan C lebih dominan sekitar 85 persen dari total madrasah swasta," kata Nisa.
Tak hanya SMP atau MTS saja, Nisa mengatakan, pada jenjang SMA, terdapat 109 Kabupaten/Kota yang masih mengalami kekurangan daya tampung, baik sekolah negeri maupun swasta. Dengan demikian, di daerah tersebut masih terdapat anak-anak yang tidak dapat menempuh pendidikan menengah karena daya tampung yang kurang.
Di sisi lain, dari 514 kabupaten/kota di Indonesia, hampir di 70 persen atau 345 kabupaten/kotanya, terdapat SMA/SMK Negeri yang tidak mampu menampung lulusan SMP/sederajat. "Bahkan, satuan pendidikan swasta tidak selamanya dapat menyelesaikan masalah kurangnya daya tampung di satuan pendidikan negeri tersebut, seperti yang terjadi di 20 persem atau 103 kabupaten/kota," kata Nisa.
Disamping itu, penyelenggaraan Pendidikan Anak Usia Dini atau PAUD lebih banyak disediakan oleh swasta, yaitu sebanyak 95,6 persen sehingga akses terhadapnya ditentukan oleh kemampuan ekonomi orang tua. Menurut Nisa, dibutuhkan lebih banyak PAUD yang penyelenggaraannya didanai oleh Pemerintah.
"Agar anak-anak dari kelompok kelas menengah ke bawah juga berkesempatan untuk mengikuti program PAUD," kata Nisa.
Pemerataan kualitas PAUD di Indonesia juga perlu ditingkatkan. Sebab, hampir 50 persen dari PAUD tidak terakreditasi. Jumlah itu sekitar 10 kali lebih banyak dari yang memperoleh akreditasi A. "Artinya, sekalipun sebagian anak dapat mengikuti program PAUD, belum tentu mereka mendapatkan kualitas pembelajaran yang baik," kata Nisa.
Pilihan Editor: H-2 Debat Capres Terakhir, Kubu Ganjar dan Prabowo Bilang Begini