TEMPO.CO, Jakarta - Kepala Pusat Penerangan Hukum Kejaksaan Agung Ketut Sumendana mengomentari putusan Mahkamah Konstitusi (MK) soal gugatan uji materi tentang kewenangan kejaksaan dalam penyidikan tindak pidana korupsi. MK menolak uji materi yang diajukan oleh M Yasin Djamaludin tersebut.
Ketut mengapresiasi putusan MK tersebut. Dia menilai putusan itu mempertegas kewenangan Kejaksaan Agung dalam mengusut kasus korupsi. Ketut pun menyatakan bahwa putusan itu bersifat final dan mengikat sehingga tak ada lagi upaya hukum yang bisa diajukan pemohon.
"Sehingga putusan yang telah dibacakan bersifat final dan mengikat sejak diucapkan sehingga terhadap putusan tersebut tidak dapat diajukan upaya hukum," kata Ketut Sumendana dalam rilis resminya pada Rabu, 17 Januari 2024.
Ketut juga mengatakan, dalam poin pertimbangannya, Majelis Hakim Konstitusi mengambil dalil-dalil yang disampaikan Jaksa Pengacara Negara (JPN) dalam persidangan.
"Pertama, Kewenangan Penyidikan merupakan open legal policy. Lalu, Kewenangan Kejaksaan untuk melakukan penyidikan diperlukan untuk kepentingan penegakan hukum khususnya tindak pidana khusus," kata dia.
Kemudian, Ketut mengatakan dalam dalil yang disampaikan juga mengenai Kewenangan Jaksa untuk melakukan penyidikan adalah praktik lazim di dunia internasional, khususnya untuk tindak pidana pelanggaran Hak Asasi Manusia berat. Dia juga menyatakan kewenangan Jaksa dalam melakukan penyidikan tindak pidana korupsi tidak mengganggu proses check and balance.
MK membacakan putusan uji materi tersebut pada Selasa 16 Januari 2024. Dalam putusannya, Majelis Hakim Mahkamah Konstitusi menyatakan menolak permohonan pemohon untuk seluruhnya.
Latar belakang gugatan
M Yasin Djamaludin merupakan seorang pengacara. Dia menggugat kewenangan Kejaksaan Agung untuk mengusut perkara tindak pidana korupsi setelah merasa dua kliennya dikriminalisasi oleh Kejaksaan Tinggi Papua.
Kedua klien Yasin itu adalah Pelaksana tugas Bupati Mimika Johannes Rettob, S.Sos., M.M., dan Direktur PT Asian One Air, Silvi Herawaty. Keduanya menjadi tersangka dalam kasus pembelian pesawat serta helikopter oleh Pemerintah Kabupaten Mimika. Silvi juga diketahui sebagai kakak ipar dari Johanes.
Dalam kasus ini, Kejati Papua mendakwa Johanes menunjuk PT Asian One Air secara langsung, tanpa melalui tender dalam proyek dengan anggaran Rp 85 miliar itu. Kejaksaan menyatakan nilai kerugian negara dalam kasus ini mencapai Rp 69 miliar.
Akan tetapi keduanya kemudian divonis bebas oleh Pengadilan Tindak Pidana Korupsi Jayapura pada November 2023. M Yasin Djamaludin mengajukan gugatan uji materi ke Mahkamah Konstitusi pada Maret 2023, sebelum kasus kedua kliennya masuk ke pengadilan.