TEMPO.CO, Jakarta - Deputi Hukum Tim Pemenangan Nasional Ganjar Mahfud Todung Mulya Lubis menanggapi cerita mantan Ketua Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK) Agus Rahardjo yang mengaku diintervensi oleh Presiden Joko Widodo atau Jokowi saat menangani kasus korupsi KTP elektronik atau e-KTP. Todung menyebut hal seperti itu lah yang membuat Indeks Persepsi Korupsi Indonesia jeblok saat ini.
"Kalau itu betul terjadi, dan saya kira tidak bisa diterima dan mungkin ini jadi salah satu sebab kenapa indeks persepsi korupsi Indonesia itu terus menerus merosot," kata Todung dalam konferensi pers via Zoom, Sabtu, 2 Desember 2023.
Sebelumnya, Agus mengaku mendapatkan intervensi saat menangani kasus korupsi pengadaan e-KTP pada 2017 silam. Dia mengaku sempat dipanggil seorang diri oleh Jokowi ketika menangani kasus rasuah yang menyeret Ketua DPR RI Setya Novanto itu.
Dalam wawancara di program televisi Rosi, Agus Rahardjo menyatakan Jokowi langsung berteriak meminta kasus tersebut dihentikan saat dia masuk ke ruang kerja Presiden.
"Setelah saya duduk, saya baru tahu kalau yang suruh dihentikan itu adalah kasusnya Pak Setnov, Ketua DPR waktu itu mempunyai kasus e-KTP supaya tidak diteruskan," kata Agus.
Sebut Indonesia jauh tertinggal dari negara-negara tetangga
Todung Mulya Lubis mengaku terkejut mendengar pengakuan Agus itu.
"Jauh di luar imajinasi liar saya sebagai aktivis anti korupsi," kata dia.
Mengutip data Indeks Persepsi Korupsi Indonesia, Todung menyatakan saat ini Indonesia tertinggal dari berbagai negara besar lainnya di Asia Tenggara saat ini. Indonesia, hanya lebih baik dari Myanmar, Filipina, dan Laos.
"Kita kalah dari Singapura, kita kalah dari Malaysia, bahkan kita kalah dari Timor Leste. IPK Timur Leste itu lebih baik dari Indonesia," kata dia.
Indonesia hanya mendapatkan skor 34 dalam Indeks Persepsi Korupsi 2022 dan menempai posisi 110 dari 180 negara. Skor itu merupakan yang terburuk sepanjang era Reformasi. Padahal, menurut Todung, Indonesia sebelumnya berada diurutan 38.
Ia pun menilai intervensi seperti ini tak boleh terjadi lagi. Namun Todung tak dapat menafikkan kekhawatirannya adanya pelemahan KPK. Sehingga dia menilai KPK perlu dievaluasi.
"Sistematis di depan mata kepala kita dan kita harus melakukan koreksi terhadap hal ini," kata dia.
Presiden Jokowi belum memberikan tanggapan atas pernyataan Agus Rahardjo tersebut. Koordinator Staf Khusus Presiden Ari Dwipayana mengatakan proses hukum terhadap Setya Novanto terus berjalan pada 2017 dan sudah ada putusan hukum yg berkekuatan hukum tetap. Menurut Ari, presiden dalam pernyataan resmi pada 17 November 2017 dengan tegas meminta agar Setya Novanto mengikuti proses hukum di KPK.