TEMPO.CO, Jakarta - Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK) mengatakan sedang proses penyelidikan dugaan rasuah pengadaan sapi di Kementerian Pertanian (Kementan). Hal itu merujuk pada laporan di pengaduan masyarakat (Dumas) yang diterima pada 2020 lalu.
“Perkara penyelidikan Kementan itu sudah digelar, dilakukan penyelidikan. Terakhir kami catat itu sudah digelar untuk dimunculkan. Itu laporannya tahun 2020,” kata Ketua KPK Nawawi Pomolango dalam konferensi pers di Gedung Merah Putih KPK, Senin malam, 28 November 2023.
Begitu pula Wakil Ketua KPK, Alexander Marwata, mengatakan sebenarnya ada tiga klaster yang dilaporkan perihal korupsi di Kementan, yakni pengadaan sapi, holtikultura, dan pemerasan. Namun, yang sudah naik baru kasus pemerasan dengan tersangka Syahrul Yasin Limpo, Kasdi Subagyono, dan Muhammad Hatta.
“Menyangkut siapa orangnya kami masih tahap penyelidikan. KPK masih mencari terjadinya peristiwa pidana. Belum sampai kepada yang diduga orang-orang sebagai pelakunya,” kata Alex di kesempatan yang sama.
Alex menuturkan, jika penyelidikan perkara pengadaan sapi sudah selesai dan ditemukan bukti yang cukup, maka akan dilakukan ekspose ke pimpinan KPK. “Penyidik akan melakukan ekspos ke pimpinan. Jadi sekarang tak menyebutkan siapa yang dilaporkan. Nanti akan didalami di proses penyelidikan,” kata dia.
Sebelumnya Alex juga mengatakan, ada laporan dugaan korupsi di Kementan yang tidak ditindaklanjuti. Alex menyoroti kinerja Deputi Penindakan KPK karena mendiamkan laporan itu selama tiga tahun.
Alex mengatakan, pihaknya akan memperbaiki soal pengawasan KPK di kepemimpinan baru Nawawi Pomolango. Sebab, kata dia, biasanya rawan terjadi dalam penangan perkara, khususnya di bagian kedeputian.
“Contoh di Kementan. Pada saat kami mendalami perkara yang kemudian kami menetapkan tersangka (SYL, KS, dan MH) terkait pemerasan, kami betul-betul tak tahu ternyata 2020 itu ada laporan masyarakat. Dan ternyata pimpinan sudah disposisi melakukan penyelidikan, tapi tak ditindaklanjuti. Baru kemarin kami perintahkan untuk diterbitkan Sprinlidik,” ujarnya.
Perkara itu, kata Alex, bergulir dari 2020 hingga 2023 karena kurangnya pengawasan yang baik di internal KPK. Seharusnya kata dia, KPK memiliki ketentuan dalam mengawasi apakah disposisi pimpinan itu ditindaklanjuti atau tidak.
“Kami tak punya alat monitoring. Ada alatnya yang kami sebut sinergi, tapi sampai sekarang pun itu belum dimanfaatkan dengan baik. Makanya dalam rapat internal tadi kami ingin menata semuanya,” kata dia.
Pilihan Editor: KPU Belum Tunjuk Ahli Bahas Isu Debat Capres-Cawapres