TEMPO.CO, Jakarta - Petrus Selestinus, perwakilan Pergerakan Advokat Nusantara (Perekat) Nusantara dan Tim Pembela Demokrasi Indonesia (TPDI), meminta Ketua Mahkamah Konstitusi (MK) Anwar Usman diberhentikan dengan tidak hormat. Tuntutan itu buntut dugaan pelanggaran etik yang dilakukan Anwar dalam putusan soal batas usia capres dan cawapres.
Tuntutan itu disampaikan Petrus dalam sidang Majelis Kehormatan Mahkamah Konstitusi atau MKMK tentang dugaan pelanggaran etik Ketua MK di Gedung MK, Rabu, 1 November 2023.
"Karena posisi MK hari ini sebagaimana Yang Mulia MKMK juga pernah menyatakan berada dalam titik nadir," kata Petrus dalam sidang itu.
Anwar dianggap langgar prinsip independensi dan integritas
Petrus mengatakan pihaknya meyakini Anwar telah melanggar prinsip independensi dan integritas dalam kode etik dan perilaku hakim Mahkamah Konstitusi.
"Untuk itu kami meminta hakim MKMK agar dalam persidangannya memutuskan dengan memberi sanksi berat beruoa pemberhentian dengan tidak hormat," kata Petrus.
Ihwal alasan di balik tuntutan itu, Petrus mengatakan Anwar Usman berada dalam posisi memilki hubungan keluarga sebagai ipar dari Presiden Joko Widodo atau Jokowi dan juga paman dari Gibran Rakabuming Raka. Hal itu dinilai memengaruhi putusan MK dalam uji materi pasal 169 huruf q UU Nomor 7 Tahun 2017.
"Sementara dari pemohon 90 dan 91 itu secara tegas bicara tentang bagaimana upaya melalui perkata uji materiil supaya Gibran sebagai putra Presiden Jokowi yang juga keponakan hakim terlapor bisa mengikuti kontestasi Pilpres 2024 sebagai capres maupun cawapres," kata Petrus.
MK dianggap tak merdeka dan mandiri
Akibat dugaan pelanggaran etik itu, Petrus mengatakan publik melihat MK sebagai pelaku kekuasaan kehakiman yang tidak merdeka dan mandiri.
"Bahkan ada suara-suara pemakzulan terhadap presiden semata-mata akibat dari perkara ini," kata Petrus.
Petrus menyesalkan kekuasaan bisa dengan mudah masuk ke dalam sistem peradilan. Padahal, undang-undang menjamin MK bebas dan mandiri. Dia mengharapkan MKMK mengabulkan permohonannya.
"Demi menjamin kepuasan publik, kepecayaan publik, kembali kepada lembaga ini," kata Petrus.
Kasus dugaan pelanggaran etik oleh Anwar Usman mencuat setelah MK mengabulkan sebagian gugatan uji materi yang dilakukan oleh mahasiswa asal Solo, Almas Tsaqibbirru. Dalam putusannya, MK menilai batas usia capres dan cawapres 40 tahun melanggar konstitusi sepanjang tidak dimaknai berusia paling rendah 40 tahun atau pernah/menduduki jabatan yang dipilih melalui pemilihan umum termasuk pemilihan kepala daerah.
Putusan itu membuat Gibran Rakabuming Raka bisa ikut bertarung dalam Pilpres 2024 meskipun masih berusia 36 tahun karena menjabat sebagai Wali Kota Solo. Gibran belakangan ditetapkan sebagai calon wakil presiden pendamping Prabowo Subianto oleh Koalisi Indonesia Maju.
Keikutsertaan Anwar Usman dalam memutuskan perkara itu pun sempat mendapatkan sorotan dari dua hakim konstitusi, Saldi Isra dan Arief Hidayat. Pasalnya, saat Anwar tak ikut dalam tiga gugatan sebelumnya, MK sepakat untuk menolak gugatan uji materi pasal tersebut karena menganggapnya sebagai kewenangan pembuat undang-undang, pemerintah dan DPR RI, atau open legal policy.
HAN REVANDA PUTRA