TEMPO.CO, Jakarta - Ketua Majelis Kehormatan Mahkamah Konstitusi (MKMK) Jimly Asshidiqqie menyatakan akan memulihkan nama baik para hakim MK jika tidak terbukti melanggar etik. Saat ini, kesembilan hakim konstitusi sedang menjalani sidang dugaan pelanggaran etik karena putusan MK Nomor 90/PUU-XXI/2023 tentang batas usia minimal capres-cawapres.
“Misalnya kalau tidak terbukti melanggar etik, maka rehabilitasi (nama baik),” kata Jimly kepada wartawan usai menggelar persidangan etik hari pertama di Gedung MK, Jakarta Pusat, pada Selasa malam, 31 Oktober 2023. MKMK memeriksa empat pelapor dan tiga hakim konstitusi termasuk Ketua MK Anwar Usman pada Selasa kemarin.
Hal tersebut sesuai dengan Pasal 45 Peraturan Mahkamah Konstitusi (PMK) Nomor 1 Tahun 2023 tentang MKMK. Dalam beleid itu, ada dua hal yang harus dinyatakan MKMK dalam hal hakim terlapor tidak terbukti melanggar etik. Pertama, MKMK menyatakan bahwa hakim terkait tidak terbukti melakukan pelanggaran Kode Etik dan Perilaku Hakim Konstitusi. Kedua, menyatakan MKMK memulihkan nama baik hakim terlapor.
Jimly mengungkapkan keputusan soal pelanggaran etik akan diberikan secara individual kepada masing-masing hakim MK. Pelanggaran etik bisa saja terbukti dilakukan salah satu atau beberapa hakim, namun tidak terbukti pada hakim lainnya. “Jadi kan 9 hakim dilaporkan semua nih, ya mungkin di antara 9 hakim itu ada yang direhabilitasi. ‘Ini orang baik’, kita akan sebut itu,” ucap Jimly.
Di sisi lain, kata Jimly, terdapat tiga opsi sanksi kepada para hakim MK jika terbukti melanggar etik, yaitu teguran, pemberhentian, dan peringatan. Yang paling berat, ujarnya, adalah sanksi pemberhentian. Dia mengungkapkan ada beberapa jenis pemberhentian untuk hakim atau ketua MK yang terbukti melanggar etik.
Pemberhentian yang paling berat adalah jika secara eksplisit disebut pemberhentian dengan tidak hormat. Namun, Jimly menyatakan ada juga pemberhentian dengan hormat. “Selain itu ada juga pemberhentian bukan sebagai anggota, tapi hanya diberhentikan sebagai ketua,” ujar Jimly.
Selain itu, terdapat juga sanksi peringatan. Jimly menyebut ada beberapa variasi peringatan, di antaranya peringatan biasa, peringatan keras, dan peringatan sangat keras. Variasi tersebut, ujar Jimly, tidak ditentukan dalam PMK. Namun, MKMK tetap bisa memberi perbedaan.
Sementara itu, sanksi paling ringan disebut Jimly berupa sanksi teguran. “Teguran bisa disampaikan secara lisan bersamaan dengan penyampaian putusan, jadi enggak perlu lagi surat khusus. Tapi bisa juga teguran tertulis dengan surat khusus,” kata Jimly.
Mantan Ketua MK pertama itu mengatakan nantinya MKMK yang bakal menentukan sanksi jika para hakim MK terbukti melanggar etik. Pihaknya masih akan memeriksa para hakim dan pelapor hingga Jumat, 3 November 2023 nanti. “Variasi (sanksi)nya tunggu saja nanti. Jadi itu nanti kreativitas MKMK, kira-kira ini baiknya bagaimana," ucapnya.
MKMK telah memeriksa tiga hakim konstitusi pada Selasa, mereka adalah Ketua MK Anwar Usman, Arief Hidayat, dan Enny Nurbaningsih. Selain itu, mereka juga memeriksa empat pelapor, yaitu Denny Indrayana, Zico Leonard Djagardo Simanjuntak, LBH Yusuf, dan perwakilan 16 guru besar atau akademisi yang tergabung dalam Constitutional and Administrative Law Society (CALS).
MKMK akan melanjutkan persidangan pada hari ini Rabu, 1 November 2023. “Besok itu pelapor grupnya TPDI dan ada lagi sorenya. Kemudian sesudah itu ada tiga hakim, Pak Saldi Isra, Pak Manahan, dan Pak Suhartoyo,” ujar Jimly.
MKMK berencana untuk menggelar proses persidangan etik setiap hari hingga Jumat, 3 November 2023. Menurut Jimly, mereka akan memeriksa sisa laporan dari 18 pemohon yang sudah terdaftar beserta enam hakim konstitusi lainnya yang belum menjalani sidang pemeriksaan.
SULTAN ABDURRAHMAN
Pilihan Editor: Anwar Usman Bantah Lobi-lobi Hakim dalam Kaitan Putusan Batas Usia Cawapres