TEMPO.CO, Jakarta - Sekretaris Jenderal Partai Demokrasi Indonesia Perjuangan (PDIP) Hasto Kristiyanto melontarkan sederet pernyataan setelah Wali Kota Solo Gibran Rakabuming Raka resmi menjadi bakal cawapres mendampingi Prabowo Subianto di Pilpres 2024.
Dilansir dari Tempo, Hasto bicara mengenai kesedihan dan luka hati setelah partainya ditinggalkan oleh Presiden Joko Widodo atau Jokowi. Tak hanya itu, Hasto juga bicara telah terjadinya pembangkangan politik dan kartu truf. Berikut pernyataan selengkapnya Hasto.
Sedih dan luka hati
Hasto mengatakan partainya sedang sedih dan luka hati yang perih karena Presiden Jokowi meninggalkan PDIP. Menurut Hasto, PDIP telah mencintai dan memberikan keistimewaan kepada Jokowi.
“Ketika DPP Partai bertemu dengan jajaran anak ranting dan ranting sebagai struktur partai paling bawah, banyak yang tidak percaya bahwa ini bisa terjadi,” kata Hasto dalam keterangan tertulis yang diterima Tempo, pada Ahad kemarin, 29 Oktober 2023.
Permintaan melanggar pranata
Menurut Hasto, Presiden Jokowi meninggalkan PDIP karena dianggap masih ada permintaan lain yang berpotensi melanggar pranata kebaikan dan konstitusi. Namun, Hasto tidak secara gamblang menyebut apa permintaan lain itu.
“Pada awalnya kami hanya berdoa agar hal tersebut tidak terjadi, namun ternyata itu benar-benar terjadi,” kata Hasto.
Pembangkangan politik
Hasto mengatakan seluruh mata rantai pencalonan Gibran sebagai cawapres adalah political disobedience atau pembangkangan politik, konstitusi, dan kepada rakyat Indonesia. Menurutnya, hal itu dilakukan dengan merekayasa hukum di Mahkamah Konstitusi (MK).
MK belakangan ini menjadi sorotan setelah mengabulkan gugatan batas usia capres-cawapres. Putusan MK itu disebut-sebut memberi karpet merah bagi putra sulung Presiden Jokowi, Gibran, untuk bisa maju jadi cawapres. Musababnya, Ketua MK Anwar Usman merupakan paman dari Gibran.
Kartu truf ketum parpol
Hasto turut menyinggung soal tekanan kekuasaan hingga kartu truf ketua umum (ketum) partai politik (parpol) menyangkut pencalonan Gibran.
"Kesemuanya dipadukan dengan rekayasa hukum di MK. Saya sendiri menerima pengakuan dari beberapa ketua umum partai politik yang merasa kartu truf-nya dipegang. Ada yang mengatakan life time saya hanya harian; lalu ada yang mengatakan kerasnya tekanan kekuasaan," ujarnya.
Selanjutnya: Alasan PDIP buka suara