TEMPO.CO, Jakarta - Hakim Konstitusi Arief Hidayat menilai terdapat sejumlah kejanggalan dalam putusan Mahkamah Konstitusi soal batas usia calon presiden dan calon wakil presiden yang dibacakan pada Senin kemarin, 16 Oktober 2023. Arief merupakan satu dari empat hakim yang memberikan pendapat berbeda atau dissenting opinion dalam perkara tersebut.
Dalam penjelasannya pada sidang kemari, Arief menyoroti soal penjadwalan terhadap lima gugatan uji materi Pasal 169 huruf q Undang-Undang Pemilu tersebut.
Permasalahkan penjadwalan sidang
Arief menyatakan penjadwalan persidangan untuk perkara nomor 29, 51 dan 55 terkesan lama. Arief menyatakan untuk perkara nomor 29 yang diajukan oleh Partai Solidaritas Indonesia (PSI) penjadwalan persidangan memakan waktu dua bulan setelah perbaikan permohonan. Sementara untuk perkara nomor 51 dan 55 yang diajukan oleh Partai Garuda dan tiga orang kepala daerah memakan waktu satu bulan.
Meskipun hal itu tidak melanggar hukum acara yang berlaku di MK, Arief Hidayat meilihat hal itu sebagai keganjilan.
"Penundaan perkara a quo berpotensi menunda keadilan dan pada akhirnya akan meniadakan keadilan itu sendiri (justice delayed, justice denied)," kata Arief.
Soal sikap Anwar Usman yang berubah
Keganjilan kedua, Arief menilai ada perbedaan sikap dari Ketua MK Anwar Usman dalam Rapat Permusyawaratan Hakim (RPH) kelima perkara tersebut. Anwar, menurut Arief, memilih tidak mengikuti RPH dalam gugatan nomor 29, 51 dan 55 karena ingin menghindari adanya konflik kepentingan. Pasalnya, menurut Arief, kerabat Anwar berpotensi maju dalam Pemilihan Presiden (Pilpres) 2024.
Akan tetapi sikap Anwar berubah hanya dalam hitungan hari. Anwar mengikuti RPH untuk memutuskan perkara nomor 90 yang diajukan mahasiswa Universitas Surakarta, Almas Tsaqibbirru Re A dan perkara nomor 91 yang diajukan mahasiswa Universitas Sebelas Maret, Arkaan Wahyu Re A. Keduanya merupakan putra dari Koordinator Masyarakat Anti Korupsi Indonesia (MAKI), Boyamin Saiman. Seperti diketahui, MK akhirnya mengabulkan sebagian gugatan uji materi nomor 90.
“Sungguh tindakan yang menurut saya di luar nalar yang bisa diterima oleh penalaran yang wajar," kata Arief.
Selanjutnya, jawaban Anwar saat dikonfirmasi para hakim lainnya