TEMPO.CO, Jakarta - Bentrokan polisi dengan warga Desa Bangkal, Kabupaten Seruyan, Kalimantan Tengah berujung korban tewas terkena peluru tajam pada 7 Oktober 2023 lalu. Koalisi Solidaritas untuk Bangkal mengungkap temuan-temuan awal dari kejadian fatal yang terjadi saat digelar aksi massa menuntut perusahaan sawit PT Hamparan Masawit Bangun Persada (HMPB) itu.
Menurut Koordinator Koalisi untuk Orang Hilang dan Korban Tindak Kekerasan atau KontraS Dimas Bagus Arya, temuan tersebut merupakan hasil investigasi tim advokasi koalisi sipil yang terdiri dari gabungan 15 organisasi masyarakat.
Dimas mengatakan terdapat setidaknya enam temuan awal yang menunjukkan perilaku sewenang-wenang dari aparat kepolisian dalam peristiwa bentrok polisi dengan warga Bangkal di Seruyan.
Pertama, kata Dimas, adalah pengerahan aparat secara berlebihan untuk mengawal aksi massa oleh warga Bangkal. “Setidaknya ada 440 anggota kepolisian yang ditugaskan sebagai bantuan kendali operasi (BKO),” kata Dimas dalam konferensi pers di Sekretariat Aliansi Masyarakat Adat Nusantara atau AMAN, Jakarta, pada Ahad, 15 Oktober 2023.
Pengerahan aparat ini dikatakan Dimas berlandaskan pada surat perintah Nomor/1377/IX/PAM.3.2./2023 bertanggal 27 September 2023. Surat tersebut ditandatangani Kepala Biro Operasi Polda Kalimantan Tengah, Kombes Pol Tory Kristianto.
Temuan kedua, ujar Dimas, adalah terdapat penggunaan senjata api dan gas air mata secara sewenang-wenang dan tidak sesuai prosedur. Seharusnya, aparat kepolisian tidak boleh menggunakan senjata api dan senjata tajam dalam pengamanan aksi massa. Pasal 7 Ayat 1 Peraturan Kapolri (Perkap) Nomor 16 Tahun 2006 tentang Pedoman Pengendalian Massa secara tegas mengatur larangan tersebut.
“Temuan ketiga, adalah timbulnya korban jiwa dan luka,” ujar Dimas. Seperti diketahui, dalam aksi massa pada tanggal 7 Oktober 2023 terdapat satu korban tewas dan dua korban luka berat akibat peluru tajam yang diduga berasal dari aparat kepolisian. Korban tewas adalah warga Bangkal bernama Gijik. Selain itu, terdapat juga korban luka sebanyak dua orang akibat peluru karet yang ditembakkan polisi saat demonstrasi pada 23 September 2023.
Keempat, menurut temuan koalisi solidaritas untuk Bangkal, juga terdapat upaya penangkapan secara paksa dan sewenang-wenang. Dimas mengatakan ada setidaknya 20 orang warga yang ditangkap aparat kepolisian karena berdemonstrasi. Dimas berujar polisi juga melakukan tindakan penyiksaan kepada mereka seperti dipopor senjata.
“Kelima, kami juga menemukan fakta bahwa terdapat perusakan sejumlah kendaraan mobil dan motor milik warga masyarakat yang sempat digunakan untuk mobilisasi selama aksi,” kata Dimas. Menurut laporan koalisi sipil, kendaraan bermotor milik warga dirusak oleh aparat kepolisian.
Keenam, laporan temuan awal koalisi solidaritas untuk Bangkal juga menunjukkan adanya indikasi kekerasan yang masif serta dugaan terjadinya pelanggaran HAM terhadap masyarakat Bangkal. Hal tersebut mengingat adanya dugaan extrajudicial killing atau pembunuhan di luar hukum yang diduga dilakukan anggota kepolisian. Selain itu, terdapat pula dugaan penyiksaan dan penahanan sewenang-wenang yang juga dilakukan polisi kepada warga Bangkal.
Maka dari itu, Dimas beserta koalisi sipil menyampaikan bahwa penyampaian laporan tersebut adalah untuk mendorong berbagai pihak seperti Mabes Polri, Polda Kalimantan Tengah, Komnas HAM, Lembaga Perlindungan Saksi dan Korban (LPSK), dan Komisi Kepolisian Nasional agar mengambil langkah untuk mengusut peristiwa di Bangkal, Seruyan. “Hak-hak warga desa khususnya para korban harus dipenuhi dan para pelaku harus mempertanggungjawabkan perbuatannya melalui mekanisme etik dan pidana sesuai peraturan perundang-undangan yang berlaku,” kata Dimas.
SULTAN ABDURRAHMAN