TEMPO.CO, Jakarta - Saldi Isra merupakan satu dari sembilan hakim Mahkamah Konstitusi (MK) yang terlibat dalam putusan perkara no 90/PUU-XXI/2023 tentang gugatan batas usia capres-cawapres. Saldi Isra mengaku bingung karena putusan hakim MK berubah setelah Anwar Usman Ketua MK, ikut rapat.
Hakim MK Saldi Isra mengaku ada keanehan dalam putusan perkara tersebut. Hal itu ia sampaikan saat membacakan dissenting opinion. Ia merasa bingung membacakan pendapat berbedanya karena selama menjabat hakim konstitusi sejak 6 setengah tahun lalu, baru ditemuinya kasus seperti ini. “Sejak menapakkan kaki sebagai Hakim Konstitusi pada 11 April 2017, baru kali ini saya mengalami peristiwa aneh yang luar biasa,” terang Saldi pada Senin 16 Oktober 2023.
Profil Saldi Isra
Mengutip laman Mahkamah Konstitusi mkri.id, Saldi Isra lahir pada 20 Agustus 1968. Ia lahir di Solok, Sumatera barat. Hakim berusia 53 tahun tersebut menikah dengan Leslie Annisaa Taufik. Dari pernikahannya, Saldi dan Leslie dikaruniai tiga orang anak.
Selain aktif di dunia hukum, Saldi memiliki hobi di bidang olahraga yaitu bulutangkis. Cerita perjalanan Saldi menjadi hakim berawal dari ketidaksengajaan. Sewaktu SMA, Saldi mengambil jurusan fisika sehingga sama sekali tidak pernah terbayang sebelumnya untuk melanjutkan pendidikan tingginya di jurusan ilmu hukum.
Saat lulus SMA, Saldi ingin meneruskan ke Institut Teknologi Bandung. Namun, setelah dua tahun mencoba, ia gagal. Saldi kemudian memutuskan kerja di Jambi. Pada 1990, ia kembali mendaftar ujian masuk perguruan tinggi negeri (UMPTN). Pada percobaan kali ini, ia beralih ke IPC dengan pilihan jurusan yang lebih pragmatis. Tiga jurusan tujuannya, yakni Jurusan Teknik Pertambangan Universitas Sriwijaya, Jurusan Teknik Sipil Universitas Andalas, dan terakhir, Jurusan Ilmu Hukum Universitas Andalas. Pilihan terakhirnya, menurut Saldi, merupakan pilihan yang tidak ia pikirkan dan dicantumkan untuk mengisi jurusan IPS.
Pada akhirnya, Saldi lolos UMPTN, namun pada jurusan yang tak ia duga sebelumnya, yaitu Ilmu Hukum. Ia pun kembali ke Padang dari perantauannya ke Jambi. Ia kemudian lulus dari sana pada 1995. Kemudian, Saldi melanjutkan pendidikannya dengan meraih gelar Master of Public Administration dari Universitas Malaya, Malaysia. Setelah itu, Saldi menyelesaikan studi strata tiga di Universitas Gadjah Mada, Yogyakarta, dan berhasil meraih gelar Doktor dengan predikat Cum Laude.
Kemudian, Saldi diangkat sebagai Profesor Hukum Tata Negara di Universitas Andalas. Selain menjalani peran sebagai pengajar di universitas tersebut, Saldi Isra juga terkenal sebagai Kepala Pusat Studi Konstitusi (PUSaKO) di Fakultas Hukum Unand yang memfokuskan perhatian pada isu-isu ketatanegaraan. Selain itu, ia turut berperan aktif dalam gerakan anti-korupsi di Indonesia.
Peran aktifnya tersebut memuat Saldi mendapat beragam penghargaan. Misalnya penghargaan Bung Hatta Anti-Corruption Award pada tahun 2004. Kompas juga menobatkannya sebagai Tokoh Muda Inspiratif pada tahun 2009. Saldi juga mendapatkan penghargaan Megawati Soekarnoputri Award sebagai Pahlawan Muda Bidang Pemberantasan Korupsi pada tahun 2012.
Kiprah awal Saldi Isra di Mahkamah Konstitusi adalah pada 11 April 2017. Saldi ditunjuk Presiden Jokowi untuk menggantikan Patrialis Akbar sebagai hakim konstitusi pada masa jabatan 2017-2022. Setelah itu, Saldi Isra terpilih menjadi Wakil Ketua MK periode 2023-2028. Ia mendapatkan jabatan tersebut setelah memperoleh suara terbanyak sebanyak 4 suara dari 9 Hakim Konstitusi pada rapat Pleno pemilihan Ketua dan Wakil MK.
ANANDA RIDHO SULISTYA | MUHAMMAD FARREL FAUZAN | ANDRI EL FARUQI | ADE RIDWAN YANDWIPUTRA | NAUFAL RIDHWAN ALY
Pilihan Editor: Saldi Isra Bingung Putusan Hakim MK Berubah Setelah Anwar Usman Ikut Rapat