TEMPO.CO, Jakarta - Mahkamah Agung memerintahkan Komisi Pemilihan Umum (KPU) mencabut Pasal 11 ayat (6) PKPU Nomor 10 Tahun 2023 dan Pasal 18 ayat (2) PKPU Nomor 11 Tahun 2023. Uji materi kedua pasal itu diajukan ICW, Perludem, Saut Situmorang, dan Abraham Samad, soal caleg mantan narapidana.
"Memerintahkan kepada termohon mencabut Pasal 11 ayat 6 Peraturan KPU 10/2023 dan Pasal 18 ayat (2) PKPU 11/2023 serta seluruh pedoman teknis dan pedoman pelaksanaan yang diterbitkan oleh termohon," kata MA dalam dokumen putusannya yang dikutip, pada Senin, 2 Oktober 2023.
Pasal 11 ayat (6) PKPU Nomor 10 Tahun 2023 berbunyi, "Ketentuan sebagaimana dimaksud pada ayat (5) tidak berlaku jika ditentukan lain oleh putusan pengadilan yang telah memperoleh kekuatan hukum tetap untuk pidana tambahan pencabutan hak politik."
Sementara Pasal 18 ayat (2) PKPU Nomor 11 Tahun 2023 berbunyi, "Ketentuan sebagaimana dimaksud pada ayat (5) tidak berlaku jika ditentukan lain oleh putusan pengadilan yang telah memperoleh kekuatan hukum tetap untuk pidana tambahan pencabutan hak politik."
Menurut MA pasal dalam dua aturan itu tidak memiliki kekuatan hukum mengikat dan tidak berlaku umum.
Dalam putusannya, majelis hakim bersepakat bahwa Pasal 11 ayat (6) PKPU 10/2023 dan Pasal 18 ayat (2) dan PKPU 11/2023) yang muatannya menambah syarat perhitungan pidana tambahan pencabutan hak politik bagi proses pencalonan anggota legislatif mantan terpidana merupakan pelanggaran hukum. Alasannya, bertentangan dengan Undang-Undang Nomor 7 Tahun 2017 tentang Pemilihan Umum dan putusan MK.
"Hal tersebut menunjukkan kurangnya komitmen KPU sebagai penyelenggara pemilu turut serta menjamin pemilu legislatif dalam mendapatkan para wakil rakyat yang berintegritas tinggi," kata MA, dalam putusannya. Putusan uji materi dilampirkan dalam Putusan Nomor 28 P/HUM/2023.
Menurut MA, dua pasal yang tercantum dalam PKPU, menunjukkan KPU memberikan kelonggaran syarat pencalonan bagi mantan terpidana (yang diancam pidana 5 tahun atau lebih), padahal sudah diatur dalam Pasal 240 ayat 1 huruf g dan Pasal 182 huruf g UU Nomor 7/2017 tentang Pemilihan Umum.
Dari uji materi terhadap peraturan yang dibuat KPU, menunjukkan kurangnya komitmen dan semangat pemberantasan korupsi. "Semangat penjatuhan hukuman pada putusan tindak pidana korupsi telah diperberat dengan pidana tambahan berupa pencabutan hak politik," kata isi putusan tersebut. "Karenanya obyek hak uji materi harus dinyatakan tidak mempunyai kekuatan hukum mengikat dan berlaku umum."
Dalam aspek sosiologis, MA berpendapat, untuk menghadirkan kandidat sesuai tujuan Pemilu, dibutuhkan persyaratan komprehensif sebagai upaya penyaringan para bakal calon wakil rakyat. Walau mekanisme pemilu berdasarkan kehendak rakyat. Namun tidak dapat sepenuhnya diserahkan kepada rakyat tanpa persyaratan lebih ketat bagi para pelaku/terpidana tipikor. "Sehingga rakyat tidak akan menanggung resiko sendiri atas pilihannya," kata MA, dalam putusannya.
Pilihan Editor: Jokowi Khawatir Soal Ketahanan Pangan, Ini Wacana Swasembada Pangan Orde Lama Lewat Rencana Kasimo