TEMPO.CO, Jakarta - Komisioner Komisi Perlindungan Anak Indonesia (KPAI), Sylvana Maria Apituley mengatakan masalah perundungan anak tidak bisa ditoleransi. Pihaknya tidak mentoleransi apalagi pembiaran terhadap gejala berupa perundungan.
“Kita harus menggariskan zero tolerance to bullying,” kata Sylvana saat dihubungi, Sabtu, 30 September hari ini. Kasus-kasus perundungan, kata Sylvana, makin merebak dan diberitakan oleh media.
Khususnya kasus yang terjadi di Cilacap belakangan ini. Selain itu, fenomena ini patut diwaspadai dan diantisipasi dengan cepat, sistematis, serta meluas. “Bukan hanya ke anak, tapi juga keluarga, lingkungan sekolah, dan sebagainya,” kata dia. Terutama, kata Sylvana, fokus pada area di mana anak tinggal, bertumbuh kembang, menghabiskan waktu, dan berinteraksi.
Sebelumnya, terjadi perundungan dan penganiayaan yang dilakukan oleh siswa SMP di Kecamatan Cimanggu, Kabupaten Cilacap, Jawa Tengah, viral di media sosial. Dalam video berdurasi 4 menit 14 detik tersebut memperlihatkan penganiayaan yang dilakukan oleh seorang siswa. Polresta Cilacap menetapkan dua siswa SMP Negeri 2 Cimanggu berinisial MK (15) dan WS (14) sebagai tersangka kekerasan dalam kasus bullying atau perundungan terhadap FF (14).
KPAI, kata Sylvana, merekomendasikan agar pemerintah dan masyarakat berkolaborasi dan bergotong-royong untuk menghapus budaya kekerasan, terutama di kalangan anak-anak. Termasuk di sekolah dan berbagai ruang edukasi formal ataupun informal. “Diperlukan upaya kolaborasi penta helix yang masif,” kata dia. Contohnya adalah melaksanakan Permendikbud nomor 46 Tahun 2023 tentang Pencegahan dan Penangan Kekerasan di Satuan Pendidikan.
Pilihan Editor: Perundungan Siswa di Cilacap: Kronologi Kejadian, Tak Umbar Identitas Korban dan Pelaku, Ancaman Hukuman Berlapis