Dalam siaran pers yang Tempo terima hari ini, BP Batam menyatakan telah menyerahkan uang sewa senilai Rp 1.2 juta per orang untuk tiga bulan kedepan kepada keluarga yang telah pindah.
Kepala BP Batam, Muhammad Rudi menegaskan, warga yang terdampak pengembangan Rempang Eco-City dilakukan tanpa ada paksaan ataupun intervensi dari pihak manapun.
"Begitu warga pindah, uang sewa dan biaya hidup untuk tiga bulan langsung diserahkan. Ini bentuk komitmen BP Batam. Alhamdulillah, sudah ada tiga KK yang pindah," kata Rudi dalam siaran pers.
Rudi berharap, jumlah tersebut terus bertambah untuk ke depannya. Selain itu, warga yang pindah juga dipersilahkan memilih hunian yang telah disediakan BP Batam.
"Kita beri pilihan kepada masyarakat. Apakah mereka memilih hunian yang sudah kita siapkan atau memilih secara mandiri. Ambil uang boleh atau menerima hunian yang sudah disiapkan," tambahnya.
Rudi menjamin BP Batam akan terus memberikan bantuan hidup kepada warga yang bersedia pindah secara relokasi.
"Data dari tim, yang sudah mendaftar hingga saat ini berjumlah 291 KK. Sedangkan yang sudah berkonsultasi sebanyak 427 KK. Semoga ini berjalan lancar dan maksimal," pungkasnya.
Konflik Pulau Rempang bermula dari rencana pemerintah membangun proyek strategis nasional (PSN) Rempang Eco-City. Awalnya, pemerintah mengultimatum warga mengosongkan lahan itu maksimal pada 28 September 2023.
Belakangan, Menteri Investasi Bahlil Lahadalia menyatakan tenggat waktu itu akan diundur. Dia menyatakan pemerintah akan melakukan sosialisasi terlebih dahulu kepada warga soal hak-hak mereka.
Pasalnya, di sana akan dibangung pabrik solar panel milik perusahaan asal Cina, Xinyi Grup di sana. Xinyi sendiri telah menandatangani kontrak kerja sama dengan PT Mega Elok Graha (MEG), perusahaan milik Tomy Winata, sebagai pihak yang mendapatkan konsesi di Pulau Rempang.