TEMPO.CO, Batam - Komisi Nasional Hak Asasi Manusia (Komnas HAM) memberikan perhatian khusus terhadap konflik yang terjadi di Pulau Rempang, Kota Batam, terutama soal ricuh pada 7 September lalu. Hari ini, Sabtu, 16 September 2023, tim Komnas HAM melakukan investigas langsung ke Pulau Rempang.
Kunjungan pertama dilakukan di dua sekolah yang terkena gas air mata saat ricuh terjadi, yaitu SMP Negeri 22 Batam dan SD Negeri 024 Galang. Komnas HAM bertemu langsung dengan kepala sekolah dan guru.
"Kami akan melihat dan verifikasi kejadian tanggal 7, dan dampaknya terhadap para siswa, yang kemarin panyak pengaduan banyak siswa disini telah terkena dampak kerusuhan, tembakan gas air mata," ujar Komisioner Mediasi Komnas HAM, Prabianto Mukti Wibowo usai mengunjungi sekolah tersebut.
Temuan sementara, Komnas HAM menemukan banyak siswa murid yang terkena gas air mata saat ricuh terjadi di kawasan tersebut. Tidak hanya mengenai siswa sekolah, kejadian penembakan gas air mata yang menyasar sekolah tersebut juga menimbulkan traumatik kepada murid. "Kejadian ricuh itu juga menimbulkan traumatik kalangan para siswa," katanya.
Komnas HAM sudah mengantongi beberapa keterangan dari pihak sekolah. Hasil tersebut akan didiskusikan dan dibicarakan kepada pihak kepolisian terhadap tindakan yang telah mereka lakukan. "Apakah memang hal ini dibenarkan dan sesuai SOP Perkap Nomor 1 Tahun 2009. Kami perlu melakukan penyelidikan lebih lanjut, apakah ini ada unsur pelanggaran, ini memerlukan penyelidikan lebih lanjut," kata dia.
Komnas HAM juga menemukan selongsong peluru gas air mata di atas atap dan di dekat pagar dalam sekolah. "Itu bagian proses penyelidikan sendiri," kata Komisioner Pendidikan dan Penyuluhan Komnas HAM, Putu Elvina.
Komnas HAM juga mendapatkan laporan pihak sekolah soal banyaknya mobil kepolisian dan tentara yang menghidupkan serine melintas di sekolah beberapa waktu belakangan. "Saya kira ini merupakan catatan untuk pihak kepolisian, bahwa untuk mengurangi rasa traumatis, kami meminta pihak kepolisian agar tidak membunyikan serine, (tidak) mengendari kendaraan angkut polisi secara cepat, karena menimbulkan suasana hati psikologi yang kurang menguntungkan," kata Prabianto.
Komnas HAM juga memberikan catatan terkait trauma healing yang sudah dilakukan jajaran Polresta Barelang beberapa waktu lalu. Menurut tim Komnas HAM trauma healing ini tidak bisa dilakukan sekali saja, karena sifatnya trauma itu bisa berkepanjangan. "Dampaknya (trauma) bisa tidak terlihat sekarang, tetapi bisa kedepan, psikolog harus diturunkan untuk memasitkan itu, tidak bisa satu kali, perlu asesmen mendalam, para stakeholder juga harus melakukan trauma healing," kata Elvina.
Prabianto belum bisa memastikan apakah konflik di Rempang ini sudah memenuhi unsur pelanggaran HAM atau belum. "Kami belum bisa ambil kesimpulan akhir, kami lanjutkan ke dapur enam (kampung Sembulang)," katanya.
Sebelumnya puluhan siswa SD dan SMP di sekitar Jembatan 4 Barelang ini terkena gas air mata saat terjadi kericuhan antara aparat dan warga. Saat itu 1.010 aparat gabungan TNI, Polri, Satpol PP dan Ditpam BP Batam membuka blokade jalan yang dilakukan sekelompok warga Rempang. Blokade itu dilakukan warga untuk melarang pematokan lahan kampung mereka untuk proses pembangunan Rempang Eco-city. Pembangunan ini masuk dalam proyek strategis nasional atau PSN 2023.
Pilihan Editor: Fredy Pratama Tetap Gaji Kurirnya Meski Tertangkap