TEMPO.CO, Jakarta - Bareskrim Polri menyebut tersangka kasus kepemilikan senjata api ilegal Mahendra Dito Sampurna alias Dito Mahendra masih berada di wilayah Indonesia. Dito ditetapkan sebagai buron dan masuk Daftar Pencarian Orang alias DPO pada Mei lalu lantaran tak kooperatif. Dia selalu mangkir dari pemanggilan setelah diputus sebagai tersangka pada April sebelumnya.
Dito merupakan satu dari beberapa tersangka yang masuk DPO dan belum tertangkap. Sejumlah nama juga mangkir dari pemanggilan dan memilih kabur atau menyembunyikan diri. Mereka antara lain tersangka kasus suap Harun Masiku, terdakwa kasus Bank Century Anton Tantular, dan tersangka kasus korupsi kasus e-KTP Paulus Tannos.
Membahas soal buron atau DPO, lantas bagaimana aturan penetapannya?
Untuk diketahui, melansir laman Institute for Criminal Justice Reform, Daftar Pencarian Orang disingkat DPO adalah istilah di bidang hukum atau kriminalitas yang merujuk kepada daftar orang-orang yang dicari atau menjadi target pihak aparat penegak hukum. Secara umum, DPO mengacu pada dua hal, yaitu orang hilang dan pelaku kriminal.
Aturan terkait penetapan DPO diatur dalam Perkap 14 Tahun 2012 dan Perkaba No 3 Tahun 2014. Langkah-langkah prosedur Penerbitan Daftar Pencarian Orang atau DPO yaitu:
1. Orang yang dicari benar-benar diyakini terlibat sebagai tersangka tindak pidana berdasarkan alat bukti yang cukup, dan diancam dengan pasal-pasal pidana yang disangkakan kepadanya, setelah diputuskan melalui proses gelar perkara terhadap perkara yang sedang dilakukan penyidikannya.
2. Terhadap tersangka yang diduga telah melakukan tindak pidana, telah dilakukan pemanggilan dan telah dilakukan upaya paksa berupa tindakan penangkapan dan penggeledahan sesuai perundang-undangan yang berlaku, namun tersangka tidak berhasil ditemukan.
3. Yang membuat dan menandatangani DPO adalah penyidik atau penyidik pembantu, diketahui oleh atasan penyidik/penyidik pembantu dan atau Kasatker selaku penyidik.
4. Setelah DPO diterbitkan tindak lanjut yang dilakukan penyidik adalah mempublikasikan kepada masyarakat melalui fungsi Humas di wilayahnya dan mengirimkan ke Satuan Polri lainnya dan wajib meneruskan informasi tersebut ke jajaran untuk dipublikasikan.
5. DPO harus memuat dan menjelaskan secara detail, seperti identitas lengkap Kesatuan Polri yang menerbitkan DPO, nomor telepon Penyidik yang dapat dihubungi, nomor dan tanggal laporan polisi, nama pelapor, dan uraian singkat kejadian, serta Pasal Tindak Pidana yang dilanggar.
6. Mencantumkan ciri-ciri/identitas Tersangka yang dicari, foto dengan ciri-ciri khusus secara lengkap orang yang dicari antara lain: nama, umur, alamat, pekerjaan, tinggi badan, warna kulit, jenis kelamin, kewarganegaraan, rambut, hidung, sidik jari dan lain-lain.
Prosedur penetapan DPO sendiri terbagi menjadi ke dalam tiga kondisi yaitu di tingkat penyidikan, di tingkat Penuntutan dan Tahap banding, Kasasi dan PK, serta di tingkat kejaksaan.
Penetapan DPO di tingkat penyidikan
Di tingkat Penyidikan, penetapan status DPO haruslah mengacu pada pengetahuan sesuai hukum. Seseorang dapat ditetapkan sebagai buron apabila telah ditetapkan sebagai terduga berdasarkan berbagai alat bukti yang ada. Kemudian terduga tersebut sudah dipanggil secara patut namun tanpa alasan yang syah tidak memenuhi panggilan.
Penetapan DPO di tingkat Penuntutan dan Tahap banding, Kasasi dan PK
Dalam tahap ini seseorang telah menjadi tersangka atau terpidana. Penetapan DPO dapat dilakukan ketika akan tersangka melarikan diri atau menghilang saat akan dilakukan persidangan atau akan di eksekusi.
Penetapan DPO di tingkat kejaksaan
Penetapan DPO di tingkat jaksa juga dapat dilakukan, apabila, pertama, Terdakwa tidak hadir di persidangan, bahkan tidak juga memberi kabar atau alasan ketidakhadirannya. Surat panggilan juga telah dilayangkan sebanyak tiga kali. Kedua, Terpidana telah diputus bersalah oleh Pengadilan, namun jaksa tidak bisa mengeksekusi karena terpidana melarikan diri.
Pilihan Editor: Bareskrim Yakin Dito Mahendra Masih di Indonesia