TEMPO.CO, Jakarta - Ketua Umum Partai Demokrat Agus Harimurti Yudhoyono (AHY) membeberkan tiga alasan yang membuat partainya menolak Rancangan Undang-Undang (RUU) Kesehatan. RUU tersebut telah disahkan dalam rapat paripurna usai disepakati di tingkat I oleh Komisi Kesehatan DPR RI pada Senin, 19 Juni 2023.
Poin pertama, AHY menyebut dalam RUU Kesehatan terdapat upaya penghapusan pengeluaran wajib khusus Kesehatan dalam APBN. "Ini menunjukkan minimnya komitmen negara menyiapkan kesehatan yang layak, merata dan berkeadilan. Padahal mandatory spending ini masih sangat dibutuhkan untuk menjamin terpenuhinya pelayanan kesehatan masyarakat,” kata AHY dalam keterangannya, Rabu, 21 Juni 2023.
Poin kedua, AHY menyebut adanya indikasi liberalisasi tenaga kesehatan/medis asing yang sangat berlebihan dalam RUU Kesehatan. AHY menyebut partainya mendukung sepenuhnya kemajuan praktik kedokteran dan hospitality, termasuk hadirnya dokter asing, tapi harus mengedepankan prinsip reciprocal bahwa seluruh dokter Indonesia diberi pengakuan yang layak dan kesempatan yang setara. "Dokter asing juga harus patuh dan tunduk pada peraturan yang belaku,” kata AHY.
Terakhir, AHY menilai proses penyusunan dan pembahasan RUU kesehatan terkesan sangat terburu-buru, sehingga tidak memberikan ruang pembahasan yang cukup panjang. Jika ada pembahasan dibuka lebih panjang lagi, AHY yakin RUU Kesehatan dapat lebih komprehensif, holistik, dan berkualitas.
Sebelumnya, Fraksi Partai Demokrat DPR melalui anggota Komisi IX Fraksi Partai Demokrat Aliyah Mustika Ilham telah lebih dulu menyampaikan penolakan terhadap RUU Kesehatan dibawa ke rapat paripurna dan disahkan menjadi undang-undang. Menurut Aliyah, RUU tersebut bertentangan dengan yang dulu diperjuangkan Presiden Susilo Bambang Yudhoyono (SBY). "Kebijakan pro kesehatan yang telah ditetapkan minimal 5 persen dari APBN yang diamanatkan dalam Undang-Undang Nomor 36 Tahun 2009 tentang Kesehatan pada era Presiden ke-6 RI Bapak SBY hendaknya dapat ditingkatkan jumlahnya," ujar Aliyah.
Sementara itu, Menteri Kesehatan Budi Gunadi Sadikin menjelaskan RUU Kesehatan merupakan inisiatif dari DPR yang diajukan pada akhir 2022. Sejak itu, Budi mengatakan telah menggelar audiensi dengan berbagai pemangku kepentingan, utamanya dari organisasi profesi. “Ya, memang UU itu tidak mungkin memenuhi keinginan semuanya,” kata Budi dikutip dari kanal Youtube Wakil Presiden RI, Selasa, 20 Juni 2023.
Pemerintah, kata Budi, kembali menggelar uji publik RUU Kesehatan pada April-Mei 2023. Pun saat dibahas di DPR Komisi Kesehatan, Budi menyebut pemangku kepentingan turut diundang untuk didengar pendapatnya. "Ada (masukan) yang diterima, ada yang tidak diterima, ada juga yang dimasukkan di aturan bawahannya. Saya rasa di alam demokrasi, wajar kalau ada perbedaan pendapat,” kata dia.
Saat menghadiri rapat kerja bersama DPR Komisi IX, Budi menyebut pemerintah telah menggelar 115 kali kegiatan partisipasi publik dalam bentuk FGD dan seminar. Acara ini, kata Budi, dihadiri oleh 1.200 pemangku kepentingan dan 72 ribu peserta. “Pemerintah juga sudah menerima 2700 masukan, baik secara lisan maupun digital melalui portal partisipasi,” kata Budi.
Budi bercerita, RUU Kesehatan ibarat kompas bagi transformasi sistem kesehatan Indonesia. Oleh sebab itu, ia berharap seluruh pihak bisa bekerja sama mengimplementasikan regulasi tersebut. “Tanpa kerja sama kita, mustahil untuk kita bersama mencapai tujuan,” ujar Budi.
Pilihan Editor: RUU Kesehatan Segera Disahkan, Menkes: Tidak Mungkin Penuhi Semua Keinginan