TEMPO.CO, Jakarta - Dewan Pengawas Komisi Pemberantasan Korupsi atau Dewas KPK masih mendalami hasil pemeriksaan terhadap Firli Bahuri dan empat pimpinak KPK lainnya di kasus pencopotan Brigjen Endar Priantoro. Dewas mendalami hasil pemeriksaan itu untuk menentukan ada tidaknya pelanggaran etik dalam pencopotan Direktur Penyelidikan KPK tersebut.
“Mendalami hasil pemeriksaan, apakah ada dugaan pelanggaran etik atau tidak,” kata anggota Dewas KPK Syamsuddin Haris, Kamis, 13 April 2023.
Dalam menjalankan tugas dan wewenang, KPK diawasi Dewas KPK. Komisi antirasuah itu dapat dilaporkan ke Dewas apabila melanggar kode etik.
Anggota Dewas KPK terdiri dari lima orang. Satu di antaranya sebagai ketua. Seseorang untuk dapat diangkat menjadi ketua dan anggota Dewan Pengawas harus memenuhi persyaratan. Antara lain warga negara Indonesia, tidak pernah dipidana penjara, serta tidak menjadi anggota atau pengurus partai politik.
Adapun anggota Dewas KPK periode 2019 hingga 2023 yaitu Tumpak Hatarongan Panggabean selaku ketua, Albertina Ho, Syamsuddin Haris, Harjono, dan Indriyanto Seno Adji. Berikut profil mereka.
1. Tumpak Hatarongan Panggabean
Tumpak Hatorangan Panggabean merupakan eks Wakil Ketua KPK. Ia menjabat pada 2003 hingga 2003. Pada 2018, dia dipilih oleh Presiden Joko Widodo atau Jokowi menjadi salah satu anggota Dewas KPK.
Tumpak lahir di Sanggau, Kalimantan Barat pada 29 Juli 1943. Dia memulai karier hukumnya pada 1973 usai lulus dari Fakultas Hukum Universitas Tanjungpura, Pontianak. Pada 1991-1993, dia menjadi Kepala Kejaksaan Negeri Pangkalan Bun.
Tumpak sempat menjabat sebagai Kepala Kejaksaan Tinggi Sulawesi Tengah, Kajari Dili dan Kasubdit Pengamanan Ideologi dan Politik di Jaksa Agung Muda Intelijen periode 1996-1997. Selain itu, dia pernah juga menjabat sebagai Asintel Kejati DKI Jakarta.
Setahun berselang, pada 1998, Tumpak diangkat menjadi Wakajati. Kemudian pada 1999 dia diangkat sebagai Kajati Maluku. Pada 2000, dia menjadi Kajati Sulawesi Selatan. Lalu pada 2001 dia dipercaya sebagai Sesjampidsus. Tumpak jadi Jaksa di Kejaksaan Agung pada 2003.
Pada 2008, Tumpak diangkat sebagai Anggota Dewan Komisaris PT Pos Indonesia (Pesero) berdasarkan Keputusan Meneg BUMN. Setahun setelahnya, dia ditugaskan kembali oleh Presiden Susilo Bambang Yudhoyono ke KPK menjadi Plt Ketua KPK 2009-2010. Dia menggantikan Antasari Azhar yang terjerat hukum.
Pada 2010, jabatannya digantikan oleh Busyro Muqoddas. Pada 2015, Tumpak ditunjuk Jokowi sebagai salah satu Tim Sembilan untuk menyelesaikan kisruh Polri-KPK saat itu.
2. Albertina Ho
Albertina Ho merupakan hakim wanita yang pernah menjabat sebagai Ketua Majelis Hakim Pengadilan Negeri Jakarta Selatan. Dia terkenal karena menangani perkara suap pegawai Direktorat Jenderal Pajak Gayus Tambunan. Kala itu dia menghukum Gayus Tambunan 7 tahun penjara dan denda Rp 300 juta.
Albertina Ho lahir di Maluku Tenggara, 1 Januari 1960. Dia alumnus Fakultas Hukum Universitas Gajah Mada atau UGM kelulusan 1985. Pendidikan Magister Hukum ditempuhnya di Universitas Jenderal Sudirman, Purwokerto, dan lulus pada 2004.
Karier Albertina Ho dimulai saat dia melamar sebagai Calon Hakim di Pengadilan Negeri Yogyakarta. Dia diterima dengan status Calon Hakim pada 1986. Dia kemudian pernah bertugas di PN Slawi, Kabupaten Tegal, Jawa Tengah. Albertina juga pernah menjadi Hakim di PN Temanggung dan PN Cilacap, Jawa Tengah.
Pada 2005, kariernya melesat. Dia berhasil mencapai kursi Sekretaris Wakil Ketua Mahkamah Agung Bidang Yudisial yang sebelumnya dijabat oleh Marianna Sutadi. Tak lama kemudian Albertina Ho menjadi Hakim PN Jakarta Selatan di mana dia menangani kasus suap terdakwa Gayus Tambunan.
Albertina Ho juga menangani sejumlah perkara yang menjadi perhatian publik, yaitu pembunuhan Nasrudin Zulkarnaen dengan terdakwa Sigid Haryo Wibisono, pelecehan terdakwa Anand Khrisna, dan perkara mafia hukum Jaksa Cirus Sinaga.
3. Syamsuddin Haris
Jokowi memilih Syamsuddin Haris sebagai salah satu anggota Dewas KPK. Syamsuddin merupakan salah satu peneliti senior Pusat Penelitian Politik atau P2P pada Lembaga Ilmu Pengetahuan Indonesia (LIPI). Selain aktif di LIPI, dia diketahui aktif mengajar program pascasarjana di dua universitas. Yaitu Pascasarjana ilmu politik FISIP Universitas Nasional dan pascasarjana komunikasi FISIP Universitas Indonesia.
Beberapa pengalaman Syamsuddin di antaranya adalah menjadi Koordinator Penelitian Wawasan Kebangsaan pada 1990-1995, Koordinator Penelitian Pemilu di Indonesia pada 1995-1998, dan anggota Tim Penyusun UU Bidang Politik versi LIPI pada 1999-2000.
Syamsuddin pernah pula menjadi Koordinator Penelitian Paradigma Baru Hubungan Pusat-Daerah pada 2000-2001, Ketua Tim Penyusun Revisi UU Otonomi Daerah versi LIPI pada 2002-2003, dan Anggota Tim Ahli Revisi UU Otonomi Daerah Depdagri pada 2003-2004.
Selain itu, Syamsuddin juga pernah menjadi anggota Tim Ahli Penyusun RPP Partai Lokal Aceh pada 2006. Terakhir, dia terlibat sebagai Tim Ahli Pokja Revisi UU Bidang Politik yang dibentuk oleh Menteri Dalam Negeri pada 2006-2007, serta jadi Ketua Tim Penyusun Naskah Akademik RUU bidang Politik versi LIPI pada 2007.
4. Harjono
Harjono merupakan mantan Hakim Mahkamah Konstitusi. Meski sudah pensiun, pria lelah 31 Maret 1948 ini tetap vokal dalam urusan peradilan di Indonesia. Salah satunya, Harjono mendukung koruptor dipermalukan secara publik sebagai salah satu hukuman.
Harjono tercatat menjadi tenaga pengajar di sejumlah universitas. Antara lain di Universitas Islam Indonesia (UII, Yogyakarta), Universitas Sam Ratulangi (Manado), Universitas Islam Malang, Universitas Islam Sultan Agung (Semarang), dan Universitas Udayana (Denpasar). Dia pernah meraih gelar sebagai Dosen Teladan Di Tingkat Nasional pada 1995.
5. Indriyanto Seno Adji
Indriyanto Seno Adji diangkat sebagai anggota Dewas berdasarkan Keputusan Presiden 73P/2021 tentang Pengangkatan Anggota Dewan Pengawas KPK Pengganti Antar Waktu Sisa Masa Jabatan 2019 – 2023. Dia menggantikan posisi Artidjo Alkostar yang wafat.
Indriyanto Seno Adji adalah akademisi dan pengacara dari Indonesia. Ia merupakan guru besar dari Universitas Krisnadwipayana. Pada 18 Februari 2015, Indriyanto pernah ditunjuk oleh Presiden Jokowi menjadi salah satu Plt pimpinan KPK bersama Taufiequrachman Ruki dan Johan Budi.
Indriyanto pun pernah tercatat menjadi advokat yang membela mantan Presiden Soeharto. Ia menjadi pengacara Soeharto bersama Juan Felix Tampubolon, O.C. Kaligis, Mohamad Assegaf, dan Denny Kailimang, dalam kasus melawan majalah Time.
Pilihan Editor: Dewas KPK Ungkap Alasan Belum Periksa Dugaan Kebocoran Dokumen di Kasus ESDM
Ikuti berita terkini dari Tempo di Google News, klik di sini.