TEMPO.CO, Jakarta - Wakil Presiden Ma'ruf Amin menyebut terpilihnya kembali Anwar Usman sebagai Ketua Mahkamah Konstitusi periode 2023-2028 sudah sesuai prosedur. Ipar Presiden Joko Widodo atau Jokowi itu kembali terpilih di putaran ketiga pada 16 Maret 2023.
"Itu saya kira internal MK, ya. Ini kan dipilih secara langsung dan mengikuti prosedur. Oleh karena itu memang siapa pun yang dipilih tentu itu harus bisa diterima, karena itu aturan mainnya untuk memilih ketua, dipilih anggota Mahkamah," ujar Ma'ruf dalam keterangan yang disiarkan YouTube Wakil Presiden Republik Indonesia, Jumat, 17 Maret 2023.
Ma'ruf menyebut sebagai eksekutif pihaknya tidak bisa ikut campur terlalu banyak dalam proses pemilihan itu. Namun, ia berharap ke depannya akan ada perbaikan dalam tata cara pemilihan tersebut.
Selain itu, Ma'ruf berharap terpilihnya Anwar ini bakal membuat proses penegakan hukum konstitusi menjadi lebih baik. "Kita ingin membangun kepercayaan masyarakat dan kita membangun integritas sehingga memang ke depan harus kita upayakan dua hal itu," kata Ma'ruf.
Anwar Usman terpilih pada putaran ketiga setelah mengimbangi perolehan suara Arief Hidayat dengan suara 4-4 dalam rapat Pleno pemilihan Ketua dan Wakil MK pada 15 Maret 2023. Pemungutan suara dilakukan setelah musyawarah penentuan Ketua MK tidak menemukan kesepakatan.
Dalam kesempatan itu ada sembilan hakim yang mengikuti pemilihan. Sembilan hakim itu adalah Anwar Usman, Arief Hidayat, Wahiduddin Adams, Suhartoyo, Manahan Sitompul, Saldi Isra, Enny Nurbaningsih, Daniel Yusmic Pancastaki Foekh, dan Guntur Hamzah.
Rawan Konflik Kepentingan
Direktur Pusat Studi Konstitusi Universitas Andalas Feri Amsari mengingatkan Mahkamah Konstitusi untuk waspada atas terpilihnya kembali Anwar Usman. Ia mengaitkan potensi konflik kepentingan dalam pembuatan kebijakan mengingat Anwar Usman merupakan Ipar dari Presiden RI Joko Widodo.
"Masalahnya tentu ada di Pak Anwar Usman yang memang merupakan adik ipar presiden ya. Sementara, kok, sebagian besar kewenangan MK berkaitan dengan Presiden. Menjadi catatan penting untuk Mahkamah Konstitusi waspada bagaimana jika kemudian hari relasi konflik kepentingan itu muncul," ujar Feri.
Feri juga menyarankan MK untuk membentuk Hukum Acaranya sendiri sebagaimana dalam peradilan pidana maupun perdata. Hal tersebut bertujuan agar persidangan di MK tidak hanya diatur dengan Peraturan MK saja.
"Yang paling penting itu MK harus punya hukum acara Mahkamah Konstitusi agar persidangannya tidak diatur berdasarkan peraturan MK sendiri. Tidak kemudian bergabung dengan hukum atau undang-undang Mahkamah Konstitusi sendiri."
Pilihan Editor: Terpilih Jadi Wakil Ketua MK, Harta Kekayaan Saldi Isra Hampir Capai Rp 15 Miliar