TEMPO.CO, Jakarta - Mantan Wakil Menteri Hukum dan HAM, Denny Indrayana, menilai keputusan Pengadilan Negeri Jakarta Pusat soal penundaan Pemilu 2024 cacat hukum. Dalam amar putusannya, Pengadilan memerintahkan KPU tidak melaksanakan sisa tahapan Pemilu 2024 sejak putusan diucapkan dan melaksanakan tahapan Pemilihan Umum dari awal lebih kurang 2 tahun 4 bulan 7 hari.
"Setiap putusan memang harus dihormati dalam artian jika putusannya tidak mengandung cacat hukum yang fatal dan menyebabkannya menjadi tidak dapat dilaksanakan alias non-executable. Putusan PN Jakarta Pusat jelas mengandung cacat hukum yang mendasar sehingga tidak dapat dilaksanakan," ujar Denny dalam keterangannya, Jumat, 3 Maret 2023.
Sengketa Pemilu bukan wilayah yuridiksi pengadilan negeri
Denny menyebut kesalahan dan cacat mendasar yang dilakukan majelis hakim adalah memutuskan perkara yang bukan yurisdiksinya alias wilayah hukumnya. Mantan Guru Besar Hukum Tata Negara Universitas Gadjah Mada itu menyebut PN Jakarta Pusat menjatuhkan amar yang bukan kewenangannya.
"Setiap pengadillan mempunyai wilayah kerja masing-masing, itu lah yang disebut dengan yurisdiksi, alias kompetensi peradilan. Tidak bisa perkara pidana, disidangkan dalam majelis hukum perdata. Tidak bisa perkara tata usaha negara disidangkan oleh peradilan umum," kata Denny.
Alih-alih melalui Pengadilan Negeri, Denny Indrayana menyebut sengketa proses pemilu yang diajukan Partai Prima seharusnya menjadi kewenangan Bawaslu RI dan hanya dapat diajukan ke Pengadilan Tata Usaha Negara sesuai Undang-Undang Pemilu Pasal 466 – 471.
Denny menyebut Pengadilan Negeri tidak mempunyai kompetensi untuk memeriksa, mengadili, apalagi memutus segala sesuatu terkait “Sengketa Proses” Pemilu. Dalam kasus ini, Pengadilan Negeri Jakarta Pusat mengadili proses verifikasi Partai Prima untuk menjadi peserta pemilu 2024.
"Apalagi, Partai Prima sebenarnya juga telah melakukan langkah dan gugatan hukum soal kepesertaan pemilunya kepada Bawaslu dan PTUN, yang sudah divonis, dan sudah berkekuatan hukum tetap," kata Denny.
Artinya, menurut Denny, kepesertaan Partai Prima dalam Pemilu 2024 sudah final dan mengikat, tidak ada upaya hukum lain. Sehingga seharusnya tidak perlu melakukan gugatan perdata di Pengadilan Negeri yang tidak berwenang memutus “sengketa proses pemilu.
PN Jakarta Pusat Perintahkan Tunda Pemilu 2024
Partai Prima mengajukan gugatan perdata terhadap KPU ke PN Jakarta Pusat setelah dinyatakan tak lolos sebagai peserta Pemilu 2024. PN Jakarta Pusat pun mengeluarkan putusan perkara tersebut pada Kamis kemarin, 2 Maret 2023.
Dalam putusannya, majelis hakim yang dipimpin T. Oyong, dengan hakim anggota H. Bakri dan Dominggus Silaban, memerintahkan KPU untuk menunda Pemilu 2024.
“Menghukum tergugat (KPU) untuk tidak melaksanakan sisa tahapan Pemilihan Umum 2024 sejak putusan ini diucapkan dan melaksanakan tahapan Pemilihan Umum dari awal selama lebih kurang 2 tahun 4 bulan tujuh hari,” seperti dikutip dari salinan putusan, Kamis, 2 Maret 2023.
Dalam putusannya, majelis hakim menyatakan KPU telah melakukan perbuatan melawan hukum karena menyatakan Partai Prima tidak memenuhi syarat untuk menjadi peserta Pemilu 2024 dalam tahapan verifikasi administrasi. Alhasil, Partai Prima tak bisa mengikuti verifikasi faktual.
Selain penundaan Pemilu, majelis hakim juga menghukum KPU membayar ganti rugi materiil sebanyak Rp 500 juta. Pengadilan juga menyatakan bahwa penggugat, yakni Partai Prima adalah partai politik yang dirugikan dalam verifikasi administrasi.