TEMPO.CO, Jakarta - Presiden ke-6 Susilo Bambang Yudhoyono atau SBY angkat suata soal sistem pemilu proporsional tertutup yang diajukan 6 penggugat ke Mahkamah Konstitusi. SBY meminta sistem pemilu didiskusikan ke publik tanpa tergesa-gesa karena belum ada kegentingan yang memaksa seperti pada krisis tahun 1998.
"Apakah saat ini, ketika proses pemilu telah berlangsung, ada sebuah kegentingan di negara kita, seperti situasi krisis tahun 1998 dulu misalnya, sehingga sistem pemilu mesti diganti di tengah dimungkinkan. Namun, di masa "tenang", bagus jika dilakukan perembugan bersama, ketimbang mengambil jalan pintas melakukan judical review ke MK," ujar SBY melalui akun Facebook-nya pada Sabtu, 18 Januari 2023.
SBY menambahkan, perubahan sistem pemilu merupakan hal yang fundamental sehingga rakyat perlu dilibatkan dan disosialisasikan untuk menentukan sistem pemilu.
"Jika kita hendak melakukan perubahan yang bersifat fundamental, misalnya konstitusi, bentuk negara serta sistem pemerintahan dan sistem pemilu, pada hakikatnya rakyat perlu diajak bicara. Perlu dilibatkan. Misalnya konstitusi, bentuk negara, dan sistem pemilu," ujarnya.
Dalam artikel singkatnya di Facebook tersebut, SBY juga menjelaskan perbedaan dari kedua sistem pemilu tersebut agar memudahkan publik untuk membedakan keduanya
"Mereka harus tahu kalau yang digunakan adalah sistem proporsional tertutup, mereka harus memilih parpol yang diinginkan. Selanjutnya partai politiklah yang hakikatnya menentukan kemudian siapa orang yang akan jadi wakil mereka. Proporsional terbuka yang dianut, rakyat bisa memilih partainya, bisa memilih orang yang dipercayai bisa menjadi wakilnya, atau keduanya ~ partai dan orangnya."
Wacana perubahan sistem pemilu muncul saat 6 penggugat mengajukan judicial review ke Mahkamah Konstitusi pada 2022 lalu untuk merubah sistem pemilu menjadi proporsional tertutup pada UU Nomor 7 Tahun 2017.
Keenam pemohon tersebut ialah Demas Brian Wicaksono yang merupakan kader PDIP, Yuwono Pintadi anggota partai NasDem, lalu keempat penggugat lain yaitu Farurrozi, Ibnu Rachamn Jaya, Riyanto, dan Nono Marjiono merupakan nonpartai.
Pilihan Editor: Profil Ahmad Munasir, Dosen UII yang Hilang di Norwegia