TEMPO.CO, Jakarta - Ketua Majelis Kehormatan Mahkamah Konstitusi I Dewa Gede Palguna mengatakan pengubahan substansi putusan MK merupakan kategori pelanggaran kelas berat. Bahkan, kata dia, ancamannya bisa diberhentikan secara tidak hormat dari jabatan hakim konstitusi jika terbukti.
“Kalau benar seperti yang didugakan itu serius,” kata dia pada Kamis 9 Februari 2023.
Palguna menjelaskan MKMK akan menjatuhkan tiga jenis sanksi nantinya kepada hakim yang terbukti mengubah putusan. Ia menjelaskan sanksi itu bertingkat mulai dari teguran lisan, teguran tertulis, hingga pemberhentian tidak hormat.
“Dasarnya adalah Pasal 23 UU MK yang baru. Jadi jangan berandai-andai dahulu, saya hanya menyebutkan sanksinya saja,” kata eks hakim konstitusi tersebut.
Selain itu, Palguna menyebut kasus dugaan pengubahan putusan yang belakangan menyeruak merupakan hal luar biasa. Sebab, kata dia, kasus seperti itu pertama kali terjadi sepanjang sejarah dan sangat merusak marwah Mahkamah Konstitusi.
“Kalau ada kesalahan pengetikkan itu sudah sering terjadi dan saya dulu yang paling rewel agar segera diperbaiki. Tapi kalau kasus pengubahan substansi, setau saya merupakan yang pertama,” ujar Palguna.
Mengenai soal keabsahan, Palguna mengatakan putusan yang sah adalah yang diucapkan oleh hakim saat persidangan. Hal itu, kata dia, merujuk pada Pasal 47 UU Mahkamah Konstitusi putusan yang diucapkan adalah yang mengikat.
“Selain itu diksi yang digunakan dalam undang-undang adalah ‘diucapkan’, karena kalau pakai ‘dibacakan’ bisa menggunakan dalih bagaimana kalau dibacakan hakim dalam hati,” kata dia.
Kasus ini bermula ketika Zico mengajukan gugatan terhadap UU MK No.7 Tahun 2020 soal pemberhentian hakim Mahkamah Konstitusi pada Oktober 2022. Dia mengajukan gugatan tersebut setelah kisruh soal pemberhentian hakim konstitusi Aswanto oleh DPR yang kemudian diganti oleh Guntur Hamzah. Gugatan Zico tercatat dengan nomor perkara 103/PUU-XX/2022.
Dalam putusannya, MK menolak permohonan Zico secara seluruhnya. Terdapat pendapat berbeda (dissenting opinion) dari tiga hakim MK dalam putusan tersebut. Pendapat berbeda itu diajukan Hakim Konstitusi Anwar Usman, Hakim Konstitusi Manahan M.P. Sitompul, dan Hakim Konstitusi Suhartoyo
Yang kemudian menjadi masalah, menurut Zico adalah adanya perubahan kata dalam bagian pertimbangan hukum putusan tersebut.
Kalimat yang diucapkan hakim konstitusi Saldi Isra pada 23 November 2022 yaitu:
"Dengan demikian, pemberhentian hakim konstitusi sebelum habis masa jabatannya hanya dapat dilakukan karena alasan: mengundurkan diri atas permintaan sendiri yang diajukan kepada ketua Mahkamah Konstitusi, sakit jasmani atau rohani secara terus-menerus selama 3 (tiga) bulan sehingga tidak dapat menjalankan tugasnya yang dibuktikan dengan surat keterangan dokter, serta diberhentikan tidak dengan hormat karena alasan sebagaimana termaktub dalam Pasal 23 ayat (2) UU MK..... dan seterusnya."
Sedangkan yang tertuang dalam salinan putusan di situs MK yaitu:
"Ke depan, pemberhentian hakim konstitusi sebelum habis masa jabatannya hanya dapat dilakukan karena alasan: mengundurkan diri atas permintaan sendiri yang diajukan kepada ketua Mahkamah Konstitusi, sakit jasmani atau rohani secara terus-menerus selama 3 (tiga) bulan sehingga tidak dapat menjalankan tugasnya yang dibuktikan dengan surat keterangan dokter, serta diberhentikan tidak dengan hormat karena alasan sebagaimana termaktub dalam Pasal 23 ayat (2) UU MK..... dan seterusnya."
Zico menilai perbedaan itu kata itu memiliki makna berbeda dan mengadukan masalah ini ke MK. Buntutnya, MK mengumumkan pembentukan Majelis Kehormatan Mahkamah Konstitusi (MKMK) untuk mengusut kasus ini.
Pilihan Editor: Soal Pelaporan 9 Hakim MK Ke Polda Metro Jaya, Anwar Usman: Ikuti Saja Proses Hukumnya