Sekretaris Jenderal TII Danang Widoyoko mengatakan anjloknya skor IPK Indonesia membuktikan bahwa strategi dan program pemberantasan korupsi tidak efektif.
Dia mengatakan revisi Undang-Undang KPK dan pengesahan UU Cipta Kerja dapat dimaknai sebagai upaya pemerintah menggeser strategi pemberantasan korupsi dari penindakan ke pencegahan. “Tetapi merosotnya skor menunjukkan strategi tersebut tidak berjalan,” kata dia.
Dia mengatakan IPK Indonesia itu juga menunjukkan bahwa upaya pemberantasan korupsi di sektor strategis seperti korupsi politik dan peradilan masih belum efektif.
Dia mengatakan kecilnya kenaikan skor World Justice Project dan VDem memberikan bukti bahwa pemerintah tidak punya terobosan kebijakan dalam pemberantasan korupsi. Padahal, kata dia, dua sektor tersebut merupakan sektor yang penting untuk menghambat penurunan kenaikan indeks persepsi korupsi di Indonesia.
“Stagnasi pencegahan korupsi politik dan korupsi peradilan pada akhirnya berkontribusi pada turunnya skor dan peringkat Indonesia,” kata dia.
Menkopolhukam Mahfud Md berkilah bahwa penurunan IPK Indonesia tidak disebabkan oleh penegakan hukum di bidang korupsi. Dia mengatakan penegakan hukum di bidang korupsi justru naik. "Secara umum turun karena yang dinilai bukan hanya korupsi, misalnya perizinan usaha. Orag berpendapat banyak kolusi. Mau invetasi dipersulit. Seperti-seperti itu," kata Mahfud.
Mahfud menyoroti bahwa salah satu yang menjadi masalah adalah birokrasi perizinan. Karenanya, hal tersebut juga yang mendorong pemerintah mengeluarkan Undang-Undang Cipta Kerja supaya proses perizinan tidak bertele-tele. Walau begitu, Mahfud menegaskan bahwa dalam tiga tahun terakhir, upaya pemberantasan korupsi yang dilakukan sudah luar biasa.
"Orang pemerintah sendiri ditangkapi semua. Jiwasraya, Asabri, menteri ada dua ditangkap, gubernur dan bupati juga ada yang ditangkap. Ini bukti bahwa pemerintah sudah bersungguh-sungguh memberantas korupsi dalam aspek penindakan," kata Mahfud Md.
EIBEN HEIZER | FAJAR PEBRIANTO | ROSSENO AJI