Pengamat hukum pidana Universitas Indonesia, Chudry Sitompul, pun sependapat dengan Sugeng. Dia menilai tuntutan terhadap Ricky terlampau ringan. Dalam kasus pembunuhan berencana seperti ini, menurut dia, jaksa seharusnya mengajukan tuntutan seberat-beratnya.
Dia pun membandingkan kasus ini dengan pembunuhan dua orang remaja oleh Anggota TNI Angkatan Darat, Kolonel Priyatno, pada 8 Desember 2021. Dalam kasus Priyatno, jaksa mengajukan hukuman mati meskipun kemudian hakim menjatuhkan vonis seumur hidup. Dia pun mewanti-wanti jaksa agar tidak mengajukan tuntutan ringan kepada Ferdy Sambo.
"Kematian dua remaja tersebut tidak direncanakan Prihanto, tapi tuntutannya berat," ucap Chudry. "Kalau Ferdy Sambo—yang lebih kejam—mendapat tuntutan ringan, publik tentu akan bertanya-tanya."
Ferdy Sambo dianggap sebagai otak pembunuhan berencana terhadap Brigadir Yosua. Dia disebut telah merencanakanan pembunuhan ajudannya tersebut di rumah dinas di Komplek Polri Duren Tiga.
Dia juga yang memerintahkan Bharada Richard Eliezer Pudihang Lumiu untuk menembak Yosua serta memberikannya peluru untuk melakukan eksekusi tersebut.
Selain itu, Ferdy Sambo juga didakwa terlibat dalam upaya menghalang-halangi penegakan hukum (obstruction of justice). Sambo sempat membuat skenario palsu kematian ajudannya tersebut sehingga polisi sempat tak menetapkan satu pun tersangka dalam kasus ini. Dia juga memberikan perintah untuk menghapus rekaman kamera keamanan (CCTV) di sekitar rumah dinasnya kepada Hendra Kurniawan cs.
IMAM HAMDI | EKA YUDHA SAPUTRA | ANTARA