TEMPO.CO, Jakarta -Peneliti Indonesia Corruption Watch (ICW) Kurnia Ramadhana mengatakan Koalisi Masyarakat Sipil membuka pos pengaduan kepada masyarakat atau pihak penyelenggara pemilu di daerah apabila menemukan kejanggalan atau kecurangan selama proses verifikasi faktual partai politik oleh Komisi Pemilihan Umum (KPU) untuk pemilu 2024.
Pos pengaduan ini dibentuk karena ketidakterbukaan KPU dalam proses verifikasi faktual parpol sehingga membuka celah kecurangan dalam tahapan pemilu.
“Pos pengaduan ini rencananya akan dibuka hari ini (11 Desember 2022) sampai 18 desember. Tentu kami punya kewajiban untuk transparan dan akuntabel terkait bagaimana sebenarnya pola kejahatan yang terjadi dan dialami, seandainya ada, oleh penyelenggara pemilu daerah,” kata Kurnia Ramadhana dalam konferensi pers virtual ICW “Jelang Pengumuman Verifikasi Faktual Partai Politik: Tolak Pemilu Curang!” Ahad, 11 Desember 2022.
Koalisi Masyarakat Sipil akan memperbarui informasi pengaduan secara berkala dengan menjamin kerahasiaan pelapor. Pengaduan akan diteruskan ke pemangku kepentingan atau lembaga pengawasan pemilu jika terdapat bukti yang cukup terjadinya kecurangan. Kecurangan ini termasuk, misalnya, ada partai politik yang tidak memenuhi syarat dipaksakan memenuhi syarat dengan intimidasi, ancaman, atay intervensi dari daerah apalagi dari komisioner KPU pusat.
"Tentu kita tidak berharap itu terjadi, tetapi kalau ada silakan laporkan kepada Koalisi Masyarakat Sipil untuk mengawal pemilu bersih 2024," kata Kurnia.
Baca Juga: Verifikasi Partai Politik Peserta Pemilu 2024 dan Masa Depan Demokrasi
Indonesia Corruption Watch (ICW) menyayangkan ketertutupan Sistem Informasi Partai Politik (SIPOL) Komisi Pemilihan Umum (KPU) dapat membuka celah praktik kecurangan dalam Pemilu 2024."Ketika ada ruang tertutup dalam proses verifikasi politik, maka dapat membuka celah praktik-praktik kecurangan itu," kata Kurnia.
Adapun kemungkinan kecurangan yang bisa muncul akibat ketertutupan SIPOL, kata Kurnia, misalnya partai politik yang tidak memenuhi syarat berupaya memenuhi syarat dengan cara menyuap kepada penyelenggara pemilu.
Kemudian potensi kecurangan kedua adalah munculnya intervensi, misalnya dari struktural penyelanggara pemilu kepada KPU pusat atau daerah untuk meloloskan parpol tertentu, yang sebelumnya tidak memenuhi syarat menjadi memenuhi syarat.
"Jadi dua hal itu potensi yang sangat besar terjadi jika proses verifikasi faktual ini tidak dilakukan secara terbuka," ujar Kurnia.
Ia mengatakan banyak celah kecurangan jika melihat logika kedua tersebut. Upamanya ada intervensi dari komisioner KPU pusat kepada jajaran struktural KPU di daerah. Adapun bentuk ancamannya beragam, misalnya mengancam merotasi pegawai KPU daerah, pengurangan anggaran, atau bahkan ancaman untuk tidak memilih komisioner-komisioner KPU daerah. Seperti diketahui sejumlah provinsi akan menggelar proses pemilihan komisioner KPU pada 2023 dan itu ditentukan oleh KPU pusat.
Baca Juga: Daftar Partai Politik yang Lengkap Dokumen Menuju Pemilu 2024