TEMPO.CO, Jakarta -Pertarungan di pesta Pemilihan Umum dan Pilpres 2024 kian menghangat. Sejumlah partai politik secara bergantian mengumumkan bakal calon Presiden pilihan mereka ke publik. Pada kondisi memasuki tahun politik seperti saat ini, biasanya masyarakat Indonesia rawan terjebak dalam politik adu domba.
Secara historis, politik adu domba dikenal sejak zaman penjajahan Belanda. Kala itu, bangsa penjajah menamakannya dengan sebutan devide et impera. Diketahui, ini adalah sebuah strategi yang digunakan oleh pemerintah kerajaan Belanda untuk memobilisasi kepentingan politik, ekonomi hingga militer dengan memecah belah suatu kelompok, komunitas hingga kekuasaan wilayah yang dijajah.
Melacak Politik Adu Domba
Koordinator Kajian Politik Kontemporer Forum Studi Ilmu Politik, Universitas Padjadjaran, Rolip Saptamaji dalam artikelnya berjudul Memahami Operasi Strategi Devide Et Impera menjelaskan istilah politik adu domba dikenal dari bahasa Spanyol. Istilah ini mulanya merujuk pada strategi perang untuk memuluskan agenda kolonialisme dalam menguasai suatu wilayah.
Seiring perkembangannya, tulis Saptamaji, devide et impera tidak sekadar strategi perang, namun lebih menjadi strategi politik yang mengkombinasikan seluruh pengetahuan yang dibutuhkan. Sejak saat itu, politik adu domba menelurkan berbagai varian perluasan taktik termasuk dalam rasisme, regionalisme, dan fanatisme religius.
Machiavelli dalam bukunya Art of War menggambarkan strategi politik adu domba sebagai yang berkaitan erat dengan dominasi, politik, dan efisiensi. Dalam agenda politik, ini digunakan untuk merebut kekuasaan dengan memecah perlawanan kelompok besar ke dalam kelompok-kelompok kecil sehingga mudah ditaklukkan.
Artinya, pelaku strategi politik adu domba ini ini harus mampu membelah sekaligus mempertahankan pembelahannya. Atau bahkan, memperluas pembelahan dalam komunitas-komunitas lawan.
Baca juga : Deretan 5 Pernyataan Jokowi tentang Pilpres 2024
Hasil operasi dialektisnya bakal melahirkan diskriminasi dan mempertentangkan identitas kelompok-kelompok tertentu. Dengan kata lain, politik adu domba mempertentangkan nilai yang ada di dalam suatu kelompok dengan kelompok lainnya.
Jika hal itu terjadi pada masyarakat Indonesia, dimungkinkan mengalami perpecahan antar kelompok hingga mengancam nilai persatuan Indonesia. Oleh karena itu, Kepala Staf Kepresidenan, Moeldoko mewanti-wanti masyarakat supaya tidak terpengaruh dan terjebak dalam politik adu domba. Terutama, menjelang tahun politik pada Pemilu 2024 mendatang.
“Di tahun politik akan ada kontestasi, kubu-kubuan. Pesan saya, hindari yang namanya politik adu domba," kata dia saat menyampaikan orasi kebangsaan pada Tabligh Akbar Majelis Kyai dan Santri Pembangunan Cirebon, yang digelar di Panggung Budaya Gua Sunyaragi, Cirebon, Jawa Barat, Rabu, 9 November 2022 menjelang Pilpres 2024.
HARIS SETYAWAN
Baca juga : Anies Baswedan Tak Khawatir Kegaduhan di Medsos tentang Dirinya
Ikuti berita terkini dari Tempo.co di Google News, klik di sini.