TEMPO.CO, Jakarta - Pekerja Harian Lepas (PHL) Divisi Profesi dan Pengamanan Polri, Ariyanto, mengatakan Ferdy Sambo memiliki sifat temperamen atau pemarah.
Hal ini diungkapkan Ariyanto saat menjadi saksi di sidang perintangan penyidikan kasus pembunuhan berencana Nofriansyah Yosua Hutabarat atau Brigadir Yosua, Irfan Widyanto, di Pengadilan Negeri Jakarta Selatan, Kamis, 10 November 2022.
Awalnya, tim penasihat hukum Irfan Widyanto menanyakan latar belakang pekerjaannya sebagai PHL untuk membantu Ferdy Sambo.
“Bekerja sebagai PHL Propam Polri kurang lebih dua tahun,” kata salah satu tim penasihat hukum Irfan.
“Iya sudah dua tahun,” kata Ariyanto.
Baca juga: Anak Buah Ferdy Sambo Antarkan DVR CCTV dari Irfan Widyanto ke Chuck Putranto
Namun Ariyanto telah bekerja dengan Ferdy Sambo selama enam tahun sejak mantan Kepala Divisi Propam Polri itu menjabat Komisaris Besar.
“Saya menjadi PHL beliau saat beliau masih berpangkat Kombes, kurang lebih kenal 5-6 tahun,” kata Ariyanto.
Cukup lama mengenalnya, Ariyanto mengatakan bosnya tersebut memiliki sifat temperamen apabila anak buahnya melakukan kesalahan.
“Selama bekerja 5 tahun tidak pernah ditegur, tidak pernah ada kesalahan. Sempurna pekerjaan saksi?” tanya penasihat hukum.
“Kalau masalah pekerjaan yang tidak sesuai pasti dimarahin” kata Ariyanto.
“Temperamen berarti?” tanya jaksa.
“Iya,” jawab Ariyanto.
Dalam kesaksian sebelumnya, Ariyanto mengaku dirinya mengantarkan DVR CCTV TKP Pembunuhan Nofriansyah Yosua Hutabarat atas perintah terdakwa Chuck Putranto.
Ariyanto mengatakan ia diperintah Chuck Putranto untuk mengambil CCTV dari Irfan Widyanto setelah DVR CCTV diganti. Ia mengatakan mengendarai motor dari rumah pribadi Ferdy Sambo di Jalan Saguling 3 menuju rumah dinas di Kompleks Polri Duren Tiga.
“Saya tidak tanya itu CCTV apa, cuma beluau bilang nanti dari Pak Irfan ada CCTV yang mau diterima,” kata Ariyanto saat menjadi saksi di sidang obstruction of justice Hendra Kurniawan dan Agus Nurpatria di Pengadilan Negeri Jakarta Selatan, Kamis, 10 November 2022.
Ariyanto mengatakan ia tidak mengetahui kejadian 8 Juli atau pembunuhan Brigadir Yosua.
Setibanya di pos satpam Kompleks Polri Duren Tiga, ia langsung bertemu Irfan Widyanto. Di sana Irfan memberinya bungkusan kantong plastik hitam yang dilakban.
“Setelah menerima saya langsung ke Saguling bertemu dengan Pak Chuck, ‘Pak ini titipan CCTV dari Pak Irfan’,” kata Ariyanto.
Ia mengatakan Chuck langsung menyuruhnya meletakkan bungkusan itu ke bagasi mobil belakang yang terparkir di depan luar rumah pribadi Ferdy Sambo. Mobil Chuck terparkir sekitar 300 meter di bawah pohon.
Ariyanto mengaku menjadi PHL Divisi Propam sejak dua tahun lalu setelah sebelumnya di Bareskrim. Ia mengatakan dipindahkan ke Divisi Propam Polri oleh Ferdy Sambo.
“Saya digaji oleh pribadi beliau (Ferdy Sambo) dan sehari-hari kerja di kantor Divisi Propam,” kata dia.
Ariyanto adalah satu-satunya saksi yang hadir dalam sidang terdakwa Hendra Kurniawan dan Agus Nur Patria. Adapun tiga saksi yang tidak hadir adalah Ketua RT di kompleks rumah dinas Ferdy Sambo, Seno Sukarto, anggota Propam Polri Radite Hernawa, dan anggota Propam Polri bernama Agus.