TEMPO.CO, Palangka Raya - Wamenkumham Edward Omar Sharif Hiariej menilai pembaruan terhadap Kitab Undang-Undang Hukum Pidana (KUHP) sangat mendesak. Hal tersebut dia sampaikan saat sosialisasi KUHP pada acara Kumham Goes To Campus di Universitas Palangka Raya, Rabu 26 Oktober 2022.
Pria yang akrab disapa Eddy itu mengungkapkan setidaknya terdapat tiga nilai pokok yang melatarbelakangi kepentingan tersebut, yakni menyesuaikan dengan perkembangan zaman, berorientasi pada hukum pidana modern, dan menjamin kepastian hukum.
KUHP yang dipakai saat ini, menurut Eddy, telah disusun sejak 1800. Artinya, KUHP yang saat ini dipakai sudah berusia 222 dan warisan kolonial Belanda. "KUHP ini disusun pada saat hukum pidana beraliran klasik, yang menitikberatkan pada kepentingan individu. Padahal kita tahu bahwa terjadi perkembangan zaman yang luar biasa sampai dengan saat ini, dan (KUHP) harus disesuaikan dengan perkembangan zaman," kata Eddy.
Menurut Eddy KUHP yang dipakai saat ini sudah out of date. Oleh karena itu, pihaknya pun menyusun KUHP baru dengan berorientasi pada hukum pidana modern, yaitu keadilan korektif, keadilan restoratif, dan keadilan rehabilitatif.
KUHP saat ini, kata Eddy, tidak menjamin adanya kepastian hukum. Sebab KUHP diterjemahkan secara berbeda oleh para ahli hukum. "Kira-kira yang sah, yang asli, yang benar terjemahan itu punya siapa? Perbedaan terjemahan itu sangat signifikan," tuturnya.
Staf Ahli Bidang Politik dan Keamanan Kemenkumham Y. Ambeg Paramarta mengatakan pembaruan terhadap KUHP sebenarnya telah dimulai sejak 1958. Hal tersebut sejalan dengan berdirinya Lembaga Pembinaan Hukum Nasional (LPHN), yang sekarang telah berubah menjadi Badan Pembinaan Hukum Nasional.
"Badan Pembinaan Hukum Nasional atau LPHN pada waktu itu, setiap tahunnya menyelenggarakan seminar hukum nasional. Pada tahun 1963, resolusi dari seminar hukum nasional yang diselenggarakan pada waktu itu adalah menghasilkan desakan untuk segera diselesaikannya KUHP nasional,” kata Ambeg.
Anggota Komisi III DPR dari daerah pemilihan Kalimantan Tengah, Ary Egahni Ben Bahat, berujar RUU KUHP telah masuk ke dalam Program Legislasi Nasional (Prolegnas) Jangka Menengah Tahun 2020-2024 dan Prolegnas Prioritas Tahun 2022. "Persiapan pembahasan lanjutan 14 isu krusial dalam Tim Panitia Kerja (Komisi III DPR dan pemerintah) selanjutnya dalam timus-timsin dan akan disahkan di dalam pengambilan keputusan tingkat II di Rapat Paripurna DPR RI,” katanya.
Pada diskusi ini, Kemenkumham menghadirkan sosialisasi hingga diskusi kepada mahasiswa dan masyarakat umum. Kegiatan ini pun menawarkan layanan publik di lingkungan Kemenkumham yang dibutuhkan oleh para mahasiswa, seperti booth layanan informasi hak cipta, serta booth layanan informasi apostille dan perseroan perorangan.
Program Kemenkumham Goes to Campus tersebut sesuai arahan Presiden Joko Widodo yang meminta kepada seluruh tim penyusun RUU KUHP untuk melakukan sosialisasi secara masif kepada masyarakat. Hal itu dilakukan untuk memberikan kesepahaman atas 14 pasal krusial, serta menghimpun pendapat-pendapat, masukan, dan aspirasi dari masyarakat terhadap draf final RUU KUHP.
Program Kumham Goes to Campus sebelumnya telah berlangsung di Medan dan Makassar. Setelah dilaksanakan di Kalimantan Tengah, program ini direncanakan akan dilaksanakan di Nusa Tenggara Timur dan Bali.
Baca Juga: Wamenkumham Lantik Komisioner LMKN