TEMPO.CO, Jakarta - Pembebasan bersyarat terhadap 23 napi korupsi per Selasa, 6 September 2022 oleh Kementerian Hukum dan HAM (Kemenkumham) sungguh mengusik rasa keadilan publik. Keputusan ini merupakan bukti buruknya komitmen pemberantasan korupsi di era Presiden Joko Widodo, dikutip dari Koran Tempo. Tapi, menurut Wakil Menteri Hukum dan Hak Asasi Manusia (Wamenkumham) Eddy Omar Syarief Hiariej, pembebasan bersyarat itu sudah sesuai dengan peraturan yang berlaku.
“Pembebasan bersyarat, remisi, asimilasi, dan hak-hak terpidana yang merujuk kepada UU Nomor 22/2022, itu semua sudah sesuai dengan aturan,” ucap Eddy di Komplek Istana Kepresidenan sebagaimana dikutip dari Antara, Kamis, 8 September 2022.
Tak hanya melenggang keluar penjara tanpa menjalani penuh masa hukuman, sebagian besar terpidana Tindak Pidana Korupsi atau Tipikor itu bebas berkat berkurang drastisnya vonis mereka di tingkat peninjauan kembali di Mahkamah Agung. Setidaknya ada lima nama besar koruptor yang bebas bui gara-gara remisi dari Kemenkumham. Mereka adalah Mantan jaksa Pinangki Sirna Malasari, Mantan Hakim Konstitusi Patrialis Akbar, Mantan Gubernur Jambi Zumi Zola, Mantan Menteri Agama Suryadharma Ali, dan Mantan Gubernur Banten Ratu Atut Chosiyah. Padahal napi-napi koruptor ini bukan justice collaborator.
Di sisi lain, keputusan Kemenkumham ini mendapatkan pembelaan dari Ketua Komisi III DPR Bambang Wuryanto. Sama seperti penuturan Eddy, Bambang menilai keputusan tersebut telah sesuai dengan undang-undang. Dia membantah dalih keadilan terkait keputusan tersebut. “Ya, enggaklah (bukan tidak adil). Gini lho. Monggo tapi tidak ada tindakan menteri yang suka-suka dirinya. Di sini semua diatur perundangan. Intinya itu,” kata Bambang kepada wartawan di kompleks parlemen, Rabu, 7 September 2022.
Berikut lima dari puluhan narapidana yang bebas bersyarat. Mereka kini melenggang bebas bersyarat dan tak lagi dibui.
Jaksa Pinangki Sirna Malasari SH MH ini merupakan Jaksa Madya dengan golongan IV/a yang menjabat sebagai Kepala Sub-Bagian Pemantauan dan Evaluasi II pada Biro Perencanaan Jaksa Agung Muda Pembinaan. Sosoknya disorot setelah fotonya bersama Djoko Tjandra alias Joker tersebar viral di media sosial. Instagram
1. Pinangki Sirna Malasari
Eks jaksa Pinangki adalah mantan Kepala Sub-Bagian Pemantauan dan Evaluasi II pada Biro Perencanaan Jaksa Agung Muda bidang Pembinaan Kejaksaan Agung. Dia dipenjara karena terbukti menerima suap 500 ribu Dolar Amerika Serikat atau AS dari konglomerat Djoko Tjandra. Suap diberikan agar Pinangki mengurus fatwa bebas untuk Joko di Mahkamah Agung. Untuk mengurus fatwa bebas itu, Pinangki berkomplot dengan Andi Irfan Jaya dan pengacara Anita Kolopaking. Selain suap, Pinangki terbukti melakukan pencucian uang sebanyak 375 ribu Dolar AS atau setara Rp 5,25 miliar.
Pinangki divonis hukuman pidana penjara 10 tahun oleh Pengadilan Tipikor Jakarta memvonis Pinangki dengan hukuman 10 tahun penjara. Namun Pengadilan Tinggi DKI Jakarta memangkas vonis Pinangki menjadi 4 tahun penjara. Majelis hakim tingkat banding menilai hukuman 10 tahun penjara itu terlalu berat, apalagi Pinangki dianggap telah menyesali perbuatannya. Hakim juga menilai Pinangki merupakan seorang ibu dari anak berumur 4 tahun yang layak diberi kesempatan mengasuh anaknya.
Terdakwa kasus dugaan suap judicial review di Mahkamah Konstitutsi (MK) Patrialis Akbar berdoa saat akan menjalani sidang dengan agenda mendengarkan vonis Hakim di Pengadilan Tipikor, Jakarta Pusat, 4 September 2017. Majelis Hakim menjatuhkan vonis kepada Patrialis Akbar 8 tahun kurungan penjara, denda 300 juta rupiah subsider tiga bulan kurungan penjara dan hukuman tambahan diwajibkan membayar uang pengganti 10.000 dollar AS dan Rp4.043.000, atau sama dengan jumlah suap yang ia terima. ANTARA FOTO
2. Patrialis Akbar
Mantan Hakim Konstitusi Patrialis Akbar dipenjara lantaran terbukti menerima suap pengusaha Basuki Hariman dan Ng Feny ketika menguji materi UU Nomor 41 Tahun 2014 tentang Peternakan dan Kesehatan Hewan. Jaksa KPK menduga Basuki dan Ng Feny menghadiahkan duit 70 ribu Dolar AS dan menjanjikan Rp 2 miliar jika hakim MK itu meloloskan uji materi terkait dalam putusan perkara Nomor 129/PUU-XIII/2015.
Patrialis Akbar divonis delapan tahun penjara dan denda Rp 300 juta atau dengan kurungan pengganti selama tiga bulan, dalam perkara suap ini. Vonis dijatuhkan ketua majelis hakim, Nawawi Pamulango, di Pengadilan Tindak Pidana Korupsi, Jakarta Pusat, Senin, 4 September 2017. Selain itu, Hakim juga menjatuhkan pidana tambahan dengan uang pengganti Rp 4,043 juta dan 10 ribu Dolar AS. Pada 2019, Mahkamah Agung (MA) mengurangi hukuman mantan Hakim Konstitusi Patrialis Akbar menjadi 7 tahun penjara pada tingkat Peninjauan Kembali (PK).
Mantan Gubernur Jambi Zumi Zola divonis 6 tahun penjara pada Desember 2018 karena terbukti menerima gratifikasi puluhan miliar semasa menjabat sebagai gubernur. Ia berstatus bebas bersyarat dari Lembaga Pemasyarakatan Sukamiskin Bandung pada Selasa, 6 September 2022. ANTARA
3. Zumi Zola
Mantan Gubernur Jambi Zumi Zola divonis 6 tahun penjara ditambah denda Rp500 juta dan subsider 3 bulan oleh majelis hakim pengadilan Tipikor Jakarta pada 6 Desember 2018. Zumi Zola menjalani hukuman di Lembaga Pemasyarakatan (Lapas) Sukamiskin Jawa Barat sejak 14 Desember 2018. Ia dinyatakan terbukti telah menerima gratifikasi sejumlah Rp37,478 miliar, 183.300 Dolar AS, 100 ribu dolar Singapura dan 1 mobil Alphard nomor polisi D 1043 VBM. Zumi Zola juga terbukti menyuap pimpinan dan anggota DPRD provinsi Jambi, dengan keseluruhan berjumlah Rp12,94 miliar.
Mantan Menteri Agama Suryadharma Ali divonis 6 tahun penjara pada Januari 2016. Dia terbukti melakukan korupsi pelaksanaan ibadah haji tahun 2010 sampai 2013 mulai dari penentuan petugas haji, pengangkatan petugas pendamping amirul hajj, pemondokan, memanfaatkan sisa kuota haji. Suryadharma juga diyakini Jaksa KPK menyelewengkan dana operasional menteri Rp 1,8 miliar. Dok.TEMPO
4. Suryadharma Ali
Mantan Menteri Agama Suryadharma Ali divonis 6 tahun penjara ditambah denda Rp 300 juta subsider 3 bulan kurungan. Dia dinyatakan terbukti melakukan tindak pidana korupsi pelaksanaan ibadah haji periode 2010 hingga 2013. Dalam sidang di Pengadilan Tipikor Jakarta, Senin, 11 Januari 2016 itu, Suyadharma juga diharuskan mengembalikan uang pengganti Rp1,8 miliar subsider 2 tahun kurungan.
Suryadharma diyakini Jaksa KPK melakukan Tipikor dalam penyelenggaraan ibadah haji tahun 2010-2013 mulai dari penentuan petugas haji, pengangkatan petugas pendamping amirul haji, pemondokan, hingga memanfaatkan sisa kuota haji. Suryadharma juga diyakini menyelewengkan dana operasional menteri Rp 1,8 miliar. Akibat perbuatannya, negara mengalami kerugian keuangan sebesar Rp 27.283.090.068 dan SR 17.967.405.
Mantan Gubernur Banten, Ratu Atut Chosiyah berjalan seusai menjalani sidang pembacaan dakwaan oleh Jaksa Penuntut Umum (JPU) KPK atas dirinya di Pengadilan Tipikor, Jakarta, 8 Maret 2017. Ratu Atut Chosiyah didakwa terkait perkara korupsi pengaturan dalam proses pengusulan anggaran Dinas Kesehatan Provinsi Banten pada APBD 2012 dan APBD-Perubahan 2012 serta pengaturan lelang dalam pengadaan Alat Kesehatan (Alkes) RS Rujukan Pemerintah Provinsi Banten pada Dinkes Provinsi Banten 2012. TEMPO/Eko Siswono Toyudho
5. Ratu Atut Chosiyah
Mantan Gubernur Provinsi Banten Ratu Atut Chosiyah divonis 5 tahun 6 bulan penjara serta denda Rp 250 juta subsider 3 bulan. Dia terbukti melakukan Tipikor dalam proses pengadaan alat kesehatan di Provinsi Banten. Vonis dijatuhkan oleh ketua majelis hakim, Masud, di Pengadilan Negeri Jakarta Pusat, Kamis, 20 Juli 2017. Ratu Atut mendapat vonis lebih ringan dibanding tuntutan jaksa, yaitu 8 tahun bui. Vonis ringan ini karena kontribusi dan pengakuan Atut dalam kasus ini.
“Hal yang meringankan terdakwa adalah sopan selama proses persidangan, terdakwa mengakui perbuatannya, dan telah kembalikan uang negara sebesar Rp 3,895 miliar,” kata Masud. Kini napi korupsi itu keluar bui dengan status koruptor bebas bersyarat .
HENDRIK KHOIRUL MUHID
Baca: 23 Napi Koruptor Ramai-ramai Bebas Bersyarat, Apa Syaratnya?
Ikuti berita terkini dari Tempo di Google News, klik di sini.