TEMPO.CO, Jakarta - Sepanjang September 2022, sebanyak 23 narapidana atau napi koruptor telah diberikan Pembebasan Bersyarat atau PB oleh Direktorat Jenderal Pemasyarakatan Kementerian Hukum dan Hak Asasi Manusia atau Menkumham. Ke-23 napi tindak pidana korupsi atau Tipikor itu dilepas pada Senin, 6 September 2022 lalu.
Karuan saja pembebasan bersyarat kepada koruptor ini menjadi sorotan publik. Ketua Masyarakat Anti Korupsi Indonesia atau MAKI Boyamin Saiman turut menyayangkan keputusan tersebut. Menurutnya pembebasan bersyarat memberikan kesan longgar bagi tindak penanganan pidana korupsi. Pembebasan bersyarat kepada puluhan napi itu tak memberi efek jera. Bahkan cenderung mendorong pelaku korupsi mengulangi perbuatannya.
“Ini tidak memberikan efek jera, kesan masyarakat oh korupsi tidak apa-apa karena hukuman ringan, saya khawatir (korupsi) bukan sesuatu yang menakutkan, orang tidak takut lagi,” kata Boyamin, Rabu, 7 September 2022.
Di sisi lain, Wakil Menteri Hukum dan Hak Asasi Manusia atau Wamenkumham Eddy Omar Syarief Hiariej mengatakan pembebasan bersyarat terhadap 23 napi Tipikor sudah sesuai dengan Undang-undang atau UU Nomor 22 Tahun 2022 tentang Pemasyarakatan. “Pembebasan bersyarat, remisi, asimilasi, dan hak-hak terpidana yang merujuk kepada UU Nomor 22/2022, itu semua sudah sesuai dengan aturan,” kata Eddy, dikutip dari Antara, Kamis, 8 September 2022.
Menurut Pasal 14 ayat 1 huruf k, Undang-Undang Nomor 12 Tahun 1995 tentang Pemasyarakatan, yang dimaksud dengan pembebasan bersyarat adalah bebasnya napi setelah menjalani sekurang-kurangnya dua pertiga masa pidananya. Dengan ketentuan dua pertiga tersebut tidak kurang dari 9 bulan. Lebih lanjut, dalam Pasal 1 angka 6 Peraturan Menteri atau Permenkumham Nomor 21 Tahun 2016 menyatakan bahwa pembebasan bersyarat, cuti menjelang bebas, dan cuti bersyarat merupakan program pembinaan untuk mengintegrasikan napi dan Anak ke dalam kehidupan masyarakat setelah memenuhi persyaratan yang telah ditentukan.
Syarat Bebas Bersyarat Bagi Napi
Adapun syarat umum pembebasan bersyarat sebagainya dikutip dari laman jatim.kemenkumham.go.id, yaitu;
1. Telah menjalani paling sedikit dua pertiga dari masa pidana, dengan ketentuan dua pertiga masa pidana tersebut tidak kurang sembilan bulan.
2. Berkelakuan baik selama menjalani masa pidana paling sedikit sembilan bulan terakhir dihitung sebelum tanggal dua pertiga masa pidana.
3. Telah mengikuti program pembinaan dengan baik, tekun dan bersemangat.
4. Masyarakat dapat menerima program kegiatan pembinaan narapidana.
5. Serta melampirkan kelengkapan dokumen.
Sementara itu, menurut Boyamin, ada yang salah dengan cara menghitung pemotongan hukuman yang berujung pemberian pembebasan bersyarat puluhan napi Tipikor tersebut. Sehingga hukuman yang harus dijalani tidak sesuai dengan putusan peradilan. Sebagai contoh, kata dia, seorang terpidana dihukum enam tahun penjara seharusnya dihitung dua per tiga masa hukuman lalu jika ada remisi diberikan, baru pembebasan bersyarat.
Tapi yang terjadi, Boyamin Saiman mengatakan, remisi diberikan dulu baru dua per tiga masa hukuman yang dijalani. Dengan penghitungan yang salah itulah maka hukuman terpidana koruptor menjadi ringan. “Ini yang terjadi dua per tiga hukuman yang dijalani itu dihitung dari masa hukuman yang sudah dipotong,” kata Boyamin.
HENDRIK KHOIRUL MUHID
Baca: MAKI Kecewa 23 Napi Korupsi Bebas Bersyarat, Boyamin: Cara Hitung Salah
Ikuti berita terkini dari Tempo di Google News, klik di sini.