TEMPO.CO, Jakarta - Jaksa Penuntut Umum mendakwa Surya Darmadi telah memperkaya diri sendiri sebanyak Rp 7,593 triliun dan US$ 7,885 juta dari kasus korupsi penyerobotan lahan di Indragiri Hulu, Riau. Dengan kurs dolar Rp 14.898, Surya didakwa menguntungkan diri sendiri dengan total Rp 7,71 triliun di kasus ini.
“Atau setidak-tidaknya sejumlah tersebut,” kata jaksa membacakan dakwaan di Pengadilan Tindak Pidana Korupsi Jakarta, Kamis, 8 September 2022.
Jaksa merinci keuntungan sebanyak Rp 2,238 triliun didapatkan dari keuntungan tidak sah atau ilegal. Lalu, keuntungan Rp 556 miliar didapatkan dari perusahaan yang sama sekali tidak menerapkan sawit rakyat. Lalu, Rp 4,798 triliun dan US$ 7,885 juta Surya peroleh dengan cara tidak membayar Dana Reboisasi, Provisi Sumber Daya Hutan, Denda Pelanggaran Eksploitasi Hutan, Penggunaan Kawasan Hutan, dan Biaya Pemulihan Lingkungan.
Selain memperkaya diri sendiri, jaksa mendakwa bos PT Duta Palma Group itu merugikan keuangan negara sebesar Rp 4,798 triliun dan US$ 7,885 juta, serta merugikan perekonomian negara sebanyak Rp 73,920 triliun. Bila dijumlah maka kerugian negara dan perekonomian negara dalam perkara ini sekitar Rp 78,836 triliun.
Menurut jaksa, kasus ini dimulai ketika pria yang akrab disapa Apeng itu beberapa kali bertemu dengan Tamsir Rachman, pada 2003 yang saat itu menjabat Bupati Indragiri Hulu Riau. Dia meminta Tamsir agar menyetujui pembukaan lahan di wilayah Indragiri Hulu untuk sejumlah perusahaannya, yaitu PT Banyu Bening Utama, PT Palma Satu, PT Seberida Subur dan PT Panca Agro Lestari.
Menurut jaksa, meskipun perusahaan itu tidak memiliki izin prinsip, namun Tamsir tetap memberikan izin lokasi perkebunan kelapa sawit. Lahan-lahan yang diberikan izin tersebut berada di kawasan hutan.
Gurita perusahaan Surya Darmadi
Gurita perusahaan milik Surya menggarap lahan dengan luas yang berbeda-beda. Misalnya, PT Palma Satu mendapatkan tanah seluas 14.144 hektare yang terletak di Desa Paya Rumbai, Seberida dan Desa Penyaguan di Kabupaten Indragiri Hulu Riau. PT Banyu Bening menggarap lahan seluas 6.420 hektare di Kecamatan Seberida, Indragiri Hulu pada 23 April 2004.
Menurut jaksa, meski perusahaan-perusahaan Surya Darmadi itu mendapatkan izin usaha perkebunan, namun mereka sebenarnya tidak memiliki izin pelepasan kawasan hutan. Akibatnya, negara tidak memperoleh haknya berupa pendapatan dari pembayaran Dana Reboisasi, Provisi Sumber Daya Hutan dan Sewa Penggunaan Kawasan Hutan.
Jaksa menyatakan perusahaan milik pria yang akrab disapa Apeng itu juga tak mengantongi dokumen-dokumen perizinan. Seperti, Analisis Mengenai Dampak Lingkungan, Upaya Pengelolaan Lingkungan Hidup dan Upaya Pemantauan Lingkungan Hidup. Dokumen izin itu seharusnya dimiliki perusahaan untuk mengalihfungsikan kawasan hutan menjadi perkebunan. “Surya selaku pemilik perusahaan secara tanpa hak telah melaksanakan usaha perkebunan dalam kawasan hutan yang mengakibatkan rusaknya kawasan hutan dan perubahan fungsi hutan,” ujar jaksa.
Surya dalam menggarap lahan tersebut juga dianggap tidak mengikutsertakan masyarakat petani perkebunan sebagaimana Keputusan Menteri Pertanian serta tidak membangun kebun untuk masyarakat paling sedikit seluas 20 persen dari total areal kebun yang diusahakan oleh perusahaannya.
Menurut jaksa, perbuatan tersebut telah melanggar sejumlah aturan, seperti Pasal 19, Pasal 23 UU Nomor 41 Tahun 1999 tentang Kehutanan atau UU Kehutanan, Pasal 4 Ayat (2), Pasal 12 Ayat (1) huruf a sampai huruf e Peraturan Pemerintah Nomor 40 Tahun 1996 tentang Hak Guna Usaha, Hak Guna Bangunan dan Penggunaan Kawasan Hutan, serta sejumlah peraturan lainnya.
Baca: Surya Darmadi akan Jalani Sidang Perdana Hari Ini
Ikuti berita terkini dari Tempo di Google News, klik di sini.