TEMPO.CO, Poso - Santoso, juga dikenal dengan nama Abu Wardah (21 Agustus 1976 – 18 Juli 2016), adalah seorang militan Islam dan mantan pemimpin kelompok teroris Mujahidin Indonesia Timur (MIT). Sebelum kematiannya, dia merupakan sosok teroris yang paling dicari di Indonesia.
Di bawah kepemimpinannya, MIT telah bersumpah setia kepada Negara Islam Irak dan Syam (ISIS).
Santoso bersama kelompoknya beroperasi di hutan belantara Kabupaten Poso dan Kabupaten Parigi Moutong, Sulawesi Tengah. Pada tanggal 18 Juli 2016, dirinya tewas dalam sebuah kontak tembak dengan para petugas Satgas Operasi Tinombala.
Keterlibatan dalam Terorisme
Santoso berpartisipasi dalam pelatihan militer ilegal pada tahun 2001. Ia terlibat dalam jihad selama konflik antaragama di Poso. Ia diketahui terinspirasi dari Abu Bakar Ba'asyir, Abdullah Sungkar, Imam Samudera, Dr. Azahari dan Noordin M. Top.
Azahari dan Noordin M Top adalah dua pentolan teroris berkebangsaan Malaysia yang melarikan diri dari negerinya ke Indonesia pada awal 2000-an.
Jejak Berdarah Noordin M. Top
Noordin M Top adalah gembong teroris yang bertanggung jawab atas berbagai aksi teror di Indonesia mulai dari Bom Malam Natal 2000, Bom Marriot 2003, dan Bom Kedubes Australia 2004.
Noordin lahir di Kluang, Johor, Malaysia pada 11 Agustus 1968 dan meninggal di Surakarta, Jawa Tengah, Indonesia, bertepatan pada 17 September 2009 silam. Ia memiliki latar belakang pendidikan akuntansi dari Universiti Teknologi Malaysia (UTM) dan pernah mengajar di sekolah, bersama dengan Dr. Azahari menjadi murid dari Abu Bakar Baasyir, tokoh organisasi Majelis Mujahidin Indonesia dan pendiri Pondok Pesantren Al Mu'min, Ngruki, Surakarta.
Sewaktu Baasyir berada dalam pelarian di Malaysia. Ia pernah tergabung dalam gerakan bawah tanah Jemaah Islamiyah (JI), sebuah organisasi yang digolongkan teroris oleh PBB yang bercita-cita mendirikan negara berdasarkan Islam (daulat Islamiyah) di Asia Tenggara. Organisasi ini pada belakangan diketahui jika menginduk pada Al-Qaeda.
Surakarta 17 September2009 menjadi akhir perjalanan hidup Noordin M Top. Proses penangkapannya mengalami hal yang berliku.
Dalam penyergapan oleh satuan khusus anti-terorisme Densus 88 di Batu, Malang,galpadah 9 November 2005 yang menewaskan Azahari, Noordin dapat melarikan diri. Dalam suatu penggerebekan di Weleri, Kendal pada 2007, Noordin dikabarkan kembali lolos. Seusai Pengeboman Mega Kuningan, Jakarta, 2009, polisi kembali mengintensifkan pengejaran. Ia sempat diduga sebagai salah satu korban tewas dalam penyergapan di Temanggung, Jawa Tengah.
Dengan mendapat perlindungan orang-orang JI ia merancang aksi pembalasan dengan agenda pertama adalah pengeboman dua klub malam di Kuta, Badung, Bali, setelah didahului oleh beberapa pengeboman berskala kecil.
Semenjak peristiwa Pengeboman Bali 2002, Noordin, Azahari, dan anggota JI lainnya (termasuk Imam Samudera, Amrozi dan Mukhlas) menjadi sasaran pencarian utama Polri. Di mata FBI Amerika Serikat, dia menempati urutan ketiga sebagai orang yang paling dicari pada tahun 2006.
Dalam penyergapan oleh satuan khusus anti-terorisme Densus 88 di Batu, Malang, tanggal 9 November 2005 yang menewaskan Azahari, Noordin dapat melarikan diri. Dalam suatu penggerebekan di Weleri, Kendal pada 2007, Noordin dikabarkan kembali lolos.
Seusai Pengeboman Mega Kuningan, Jakarta, 2009, polisi kembali mengintensifkan pengejaran. Ia sempat diduga sebagai salah satu korban tewas dalam penyergapan di Temanggung, Jawa Tengah,
Proses penangkapan Noordin M Top cs mengalami banyak rintangan. Mulai dari Januari 2006, polisi mengatakan dia mengaku memimpin kelompok yang sebelumnya tidak dikenal bernama Tanzim Qaedat al-Jihad, yang diterjemahkan sebagai Organisasi untuk Pangkalan Jihad.
Analis berspekulasi bahwa ia telah menjauh dari struktur utama JI karena ketidaksepakatan tentang serangan terhadap "target lunak", yang sering membunuh warga sipil kurang mengenalnya.
Pada April 2006, polisi menggerebek sebuah rumah di desa Binangun di Jawa Tengah setelah mendapatkan laporan bahwa dia telah tinggal di sana.
Aparat keamanan mengatakan mereka akhirnya mendapatkan pria mereka sebulan kemudian dalam penggerebekan di sebuah rumah di pinggiran kota Solo di Jawa Tengah. “Noordin diidentifikasi dari sidik jari, kata polisi.”
Tiga tersangka teroris juga tewas dalam pengepungan di properti sewaan itu, di mana ditemukan bahan peledak dan granat.
DANAR TRIVASYA FIIKRI
Baca juga : Densus 88 Tangkap 4 Orang Terduga Teroris di Sagulung Batam
Ikuti berita terkini dari Tempo.co di Google News, klik di sini.