TEMPO.CO, Jakarta - Pada 9 Agustus 2022, Kapolri Jenderal Listyo Sigit Prabowo telah mengumumkan bahwa Ferdy Sambo ditetapkan sebagai tersangka dalam kasus pembunuhan Brigadir J. Penetapan Ferdy Sambo sebagai tersangka dilakukan setelah Kapolri melangsungkan gelar perkara. Saat gelar perkara berlangsung, Kapolri dan tim khusus menemukan fakta baru.
Fakta baru tersebut mengungkap bahwa Richard Eliezer alias Bharada E menembak Nopryansah Yosua Hutabarat alias Brigadir J atas perintah dari Ferdy Sambo.
"Tim khusus telah menemukan bahwa kejadian yang sebenarnya adalah penembakan terhadap saudara J sehingga ia meninggal dunia. Penembakan ini dilakukan oleh saudara RE atas perintah dari saudara FS," kata Listyo Sigit.
Sementara itu, tim khusus juga menyatakan bahwa Ferdy Sambo menggunakan senjata milik Brigadir J untuk menembak tembok-tembok sekitar tempat kejadian. Sebab, tindakan ini merupakan upaya untuk merekayasa kejadian seolah-olah peristiwa tersebut merupakan peristiwa tembak-menembak dan Brigadir J pun menembak Bharada E. Dengan begitu, Ferdy Sambo resmi menjadi tersangka. "Tim khusus telah menetapkan saudara FS sebagai tersangka," ujar Listyo.
Kabareskrim Polri Komjen Pol Agus Andrianto juga telah menetapkan hukuman kepada menyebut Ferdy Sambo, yaitu hukuman dengan pasal 340 tentang Pembunuhan Berencana subsider pasal 338 Juncto pasal 55 dan pasal 56 KUHP.
"Ancaman hukuman penjara maksimal 20 tahun atau pidana mati," kata Agus di Gedung Rupatama, Mabes Polri, Kebayoran Baru, Jakarta Selatan, Selasa, 9 Agustus 2022.
Definisi Pembunuhan Berencana dan Hukuman Mati
Lantas, apa definisi sebenarnya dari pembunuhan berencana dan hukuman mati menurut KUHP yang menjerat Ferdy Sambo?
Tindak pidana pembunuhan berencana diatur dalam pasal 340 KUHP yang berbunyi “Barang siapa sengaja dan dengan rencana terlebih dahulu merampas nyawa orang lain, akan diancam karena pembunuhan dengan rencana, dengan pidana mati atau pidana penjara seumur hidup atau selama waktu tertentu, paling lama dua puluh tahun.” Dalam pasal tersebut juga menjelaskan bahwa tersangka pembunuhan berencana dapat terancam hukuman mati.
Mengutip dari Jurnal Komisi Yudisial, tindak pidana pembunuhan berencana terjadi diawali dengan adanya perencanaan terlebih dahulu sebelum pembunuhan dilangsungkan. Dalam pembunuhan berencana, pelaku memikirkan perbuatan yang akan dilakukan dengan tenang karena adanya jarak waktu antara keinginan sampai lahirnya pelaksanaan dari keinginan tersebut.
Sayangnya, KUHP tidak merumuskan pengertian dan syarat-syarat dari unsur berencana dalam pembunuhan secara rinci. Syarat dari unsur berencana akan selalu dinamis, sesuai dengan perkembangan dan kompleksitas kasus atau perkara tindak pidana pembunuhan berencana. Bahkan dalam beberapa kasus tertentu, menentukan adanya unsur berencana dalam tindak pidana pembunuhan berencana bukanlah hal yang mudah.
Sementara itu, hukuman mati dalam RUU KUHP pasal 67 diatur sebagai pidana yang bersifat khusus dan selalu diancamkan secara alternatif dengan jenis pidana lainnya, yaitu pidana penjara seumur hidup atau pidana penjara paling lama 20 tahun.
Mengutip Jurnal Negara Hukum, hukuman mati juga dijelaskan dalam pasal 89 RUU KUHP yang menyebutkan bahwa hukuman mati secara alternatif dijatuhkan sebagai upaya terakhir untuk mensejahterakan masyarakat dan dilaksanakan setelah permohonan grasi ditolak presiden. Untuk selanjutnya, pada pasal 91 ayat (1)-(3) dan pasal 92 RUU KUHP menjelaskan tentang syarat berlangsungnya keputusan hukuman mati di Indonesia.
Fakta baru usai gelar perkara membuat Ferdy Sambo ditetapkan menjadi tersangka kasus pembunuhan Brigadir J. Ferdy Sambo layaknya dalang dalam kasus ini. Akibatnya, Ferdy Sambo dijerat pasal 340 KUHP tentang pembunuhan berencana, membuatnya terancam hukuman mati berdasarkan pada syarat-syarat yang terurai dalam RUU KUHP.
RACHEL FARAHDIBA R
Baca: Ferdy Sambo Tersangka Dijerat Pasal 340 Subsider Pasal 338 KUHP, Begini Bunyinya
Ikuti berita terkini dari Tempo di Google News, klik di sini.