TEMPO.CO, Jakarta - Orang tua siswi yang dipaksa pakai jilbab di SMAN 1 Banguntapan Bantul, Yogyakarta angkat bicara soal peristiwa yang menimpa anaknya. Dia mengungkapkan kondisi anaknya yang kini mengalami trauma akibat peristiwa tersebut.
Ibu siswi yang menuliskan identitasnya sebagai Herprastyanti Ayuningtyas itu menuntut Pemerintah Daerah Istimewa Yogyakarta dan Kementerian Pendidikan, Kebudayaan, Riset, dan Teknologi bertanggung jawab mengembalikan anaknya yang mengalami trauma berkepanjangan. "Kembalikan anak saya seperti sediakala," tulis Ayuningtyas pada Rabu malam, 3 Agutus 2022.
Surat itu ia kirimkan melalui seorang koleganya. Ayuningtyas menyatakan kesedihannya sebagai seorang ibu karena anaknya mengalami trauma atas pilihan mempertahankan prinsip menolak pemaksaan pemakaian jilbab.
Perempuan ini mengisahkan pada Selasa, 26 Juli 2022 anaknya menelepon tanpa suara dan hanya terdengar isak tangis. Anaknya juga mengirim pesan WhatsApp, "mama aku mau pulang, aku gak mau di sini."
Ayah siswi tersebut kemudian memberitahu bahwa selama satu jam lebih sang anak berada di kamar mandi sekolah. Ayuningtyas lantas menjemputnya di Unit Kesehatan Sekolah dalam kondisi lemas. "Dia hanya memeluk saya tanpa berkata satu patah katapun. Hanya air mata yang mewakili perasaannya," ujar Ayu.
Kepada Ayu, siswi itu bercerita bahwa SMAN 1 Banguntapan mewajibkan seluruh siswi mengenakan jilbab, baju lengan panjang, dan rok panjang. Siswi itu menjelaskan kepada wali kelas, guru bimbingan penyuluhan bahwa dia tidak bersedia mengenakan jilbab. Tapi, gurunya malah mempertanyakan terus menerus mengapa ia tidak mau memakai jilbab.
Ayu menyatakan alasan guru memakaikan jilbab itu sebagai tutorial adalah pemaksaan karena anaknya tak pernah minta diberikan tutorial.
Ayu menyebutkan meski dia mengenakan jilbab, dirinya menghargai keputusan sang anak sebagai bagian dari hak dan prinsip hidup. "Setiap perempuan berhak menentukan model pakaiannya sendiri," katanya.
Dampak dari pemaksaan pemakaian jilbab itu kini membuat anaknya trauma dan harus mendapatkan pendampingan psikologis secara intensif. Ayu juga menyatakan tuduhan anaknya trauma karena masalah keluarga keliru. Anak Ayu adalah seorang atlet sepatu roda dan berprestasi. Ibu dan ayahnya bercerai tujuh tahun lalu dan tetap mengasuhnya dengan penuh kasih sayang.
Ayu menyebutkan setiap orang tua punya tantangan tersendiri merawat anak-anaknya. Tuduhan anaknya trauma karena dampak perceraian orang tua menurut Ayu tidak benar. "Punya masalah apa Anda dengan keluarga, sampai anak saya jadi sasaran? Bersediakah bila kalian saya tanya balik seperti ini?," kata Ayu.
SHINTA MAHARANI