TEMPO.CO, Surabaya - I Gede Pasek Suardika, penasihat hukum Moch. Subchi Azal Tasni alias Mas Bechi menilai perkara pemerkosaan yang didakwakan pada kliennya sumir dan janggal. Penilaian itu disampaikan Pasek setelah digelar sidang pertama kasus tersebut di Pengadilan Negeri Surabaya, Senin, 18 Juli 2022,
Menurut Pasek, dalam nota dakwaan jaksa disebutkan peristiwa pencabulan terhadap pelapor berinisial MNK terjadi pada Mei 2017. Namun korban melapor ke polisi baru Oktober 2019. “Hasil visumnya (yang dipakai) beberapa tahun setelah kejadian, jadi pikirkan saja secara logika,” kata mantan politikus Partai Demokrat ini,
Pasek berujar sebagai penasihat hukum Mas Bechi, ia tak mau hanya mempercayai materi dakwaan jaksa. Dia pun berencana mengecek locus delicti-nya di Pesantren Shiddiqiyyah, Ploso, Jombang. Sebab, kata dia, dalam dakwaan jaksa disebutkan bahwa terdapat dua peristiwa pencabulan, yakni jam 11 siang dan jam 02.30 dini hari. “Makanya akan saya cek, masuk akal enggak lokasinya itu,” katanya.
Pengecekan lokasi, kata Pasek, juga untuk mencocokan dakwaan apakah layak kliennya dijerat dengan pasal perkosaan. Karena menurut Pasek, dalam nota dakwaan dikatakan korban buka baju sendiri. “Itu bahasa di dakwaan lho, bukan bahasa saya,” katanya.
Relawan Woman Crisis Center Jombang, Ana Abdillah, mengucap istigfar saat dimintai tanggapan atas pernyataan Pasek. Ana yang mendampingi korban, menganggap Pasek tidak obyektif dalam menarasikan hukum. Sebab, saat korban diperkosa, Mas Bechi jelas memanfaatkan kepolosan, kerentanan dan ketidakberdayaan santriwati tersebut.
Penyebabnya, pelaku merupakan pengasuh pesantren, rektor lembaga pendidikan internal pesantren dan anak dari salah satu pendiri pondok tersebut. “Power relasi kuasa di sini sudah sangat jelas, itu tidak bisa ditampik bahwa. Perspektif pasal-pasal yang dijeratkan pada terdakwa tidak mengenal istilah suka-sama suka,” tutur Ana.
Ihwal keinginan penasihat hukum yang akan turun ke pondok buat mengecek lokasi kejadian, Ana mempersilakan. Menurutnya sah-sah saja pengacara totalitas menjalankan profesinya. “Tapi jaksa penuntut saya yakin basis datanya sudah sangat kuat untuk melakukan upaya-upaya pembuktian di persidangan,” ujar Ana.
Mengenai hasil visum yang dipermasalahkan pengacara, Ana mengatakan bahwa visum merupakan bukti surat. Sifatnya bukan kebenaran mutlak. Visum, kata dia, hanya salah satu dari banyak bukti. “Toh dari hasil praperadilan sudah diputuskan bahwa kasus ini layak dibawa ke persidangan,” kata Ana.
Sebelumnya, Kepala Kejaksaan Tinggi Jawa Timur Mia Amiati yang memimpin 10 tim jaksa penuntut mengatakan, terdakwa dijerat pasal berlapis, yakni Pasal 285 KUHP tentang Pemerkosaan dengan ancaman hukuman maksimal 12 tahun. Selain itu juga Pasal 289 KUHP tentang Pencabulan dengan ancaman hukuman maksimal 9 tahun, dan Pasal 294 KUHP ayat 2 ke-2 juncto Pasal 65 ayat 1 KUHP.
Mia menyatakan pihaknya sudah mengantongi keterangan sejumlah saksi dan memegang alat bukti yang cukup untuk menjerat Mas Bechi. Mia optimistis jaksa dapat membuktikan kesalahan anak pengasuh Pondok Pesantren Shiddiqiyyah, Ploso, Jombang tersebut.
Baca Juga: Kasus Pencabulan Santriwati Jombang, Bechi Didakwa Pasal Berlapis