Dengan diterbitkannya Petisi 50 ini, yang bertanda tangan meminta tanggapan dari DPR dan MPR sebagai wakil rakyat untuk menanggapi pidato-pidato tersebut.
Melansir dari P2K UNKRIS, diwakili oleh Dr. Azis Saleh, 19 anggota dewan mengajukan dua pertanyaan tertanggal 14 Juli 1980, yaitu “apakah presiden setuju bahwa Ungkapan Keprihatinan itu memuat masalah-masalah penting yang patut memperoleh perhatian dari semua pihak, khususnya dari DPR dan pemerintah”, dan “apakah rakyat Indonesia patut memperoleh penjelasan yang menyeluruh dan terinci tentang masalah-masalah yang diangkatkan”.
Setelah menjawab langsung melalui Ketua DPR, Daryanto, saat pidato HUT Kemerdekaan 17 Agustus 1980, Presiden Soeharto mencabut hak-hak perjalanan, melarang pers mengutip pernyataan para anggota Petisi 50.
Juga mereka tidak dapat mengajukan pinjaman bank dan kontrak lainnya. Soeharto menyebut tidak suka dengan cara Petisi 50 ini, “Aku tak suka cara-cara mereka, terlebih lagi karena mereka menyebut diri mereka patriot,” ungkap Soeharto dalam Soeharto, My Thoughts, Words and Deeds: An Autobiography.
TATA FERLIANA
Baca : Masyarakat Indonesia Masih Gampang Melupakan Kesalahan
Selalu update info terkini. Simak breaking news dan berita pilihan dari Tempo.co di kanal Telegram “Tempo.co Update”. Klik https://t.me/tempodotcoupdate untuk bergabung. Anda perlu meng-install aplikasi Telegram terlebih dahulu.