INFO NASIONAL – Pemerintah Provinsi Bali melanjutkan pembangunan Kawasan Pusat Kebudayaan Bali di areal Eks Galian C Gunaksa, Kabupaten Klungkung. Pembangunan Zona Inti dirancang dengan anggaran sekitar Rp. 1 Triliun, yang akan menjadi mahakarya monumental dan bersejarah.
“Pembangunan ini didedikasikan sebagai penanda Bali Padma Bhuwana, Bali sebagai Pusat Peradaban Dunia,” kata Gubernur Bali Wayan Koster, belum lama ini. Menurutnya, pembangunan ini merefleksikan perjalanan 500 tahunan evolusi peradaban di Bali, sejak masa Kerajaan Gelgel, dengan raja Dalem Waturenggong.
“Melalui pola pembangunan yang komprehensif dan terintegrasi, kawasan ini direncanakan sebagai pusat ekonomi baru, sekaligus simbol kebanggaan dan kebahagian masyarakat Bali,” kata dia.
Pembangunan Kawasan Pusat Kebudayaan Bali telah dimulai sejak 12 Januari 2022. Ditandai dengan Prosesi Upacara Ngruwak, Nyapuh Awu lan Mulang Dasar yang dipuput oleh Ida Shri Bagawan Putra Nawa Nata Wangsa Pemayun. Menurut Wayan Koster, guna memenuhi pendanaan, Pemerintah Provinsi Bali telah mendapat pinjaman dari dana Pemulihan Ekonomi Nasional (PEN) sebesar Rp. 1,5 Triliun.
Kawasan Pusat Kebudayaan Bali dibangun pada lahan seluas 334 hektare. Dari total luas lahan tersebut, 104 hektare di antaranya tidak perlu dibayarkan karena merupakan tanah milik negara. Kemudian 221 hektare tanah dalam proses pembebasan. Sampai saat ini, progresnya sudah mencapai 201 hektare (87 persen) yang dibebaskan, sisanya masih dalam proses.
“Demikian pula dengan bantuan normalisasi Tukad Unda oleh Kementerian PUPR yang menelan dana sebesar Rp 234 Miliar dilanjutkan dengan pembangunan waduk muara. Jadi nantinya kawasan ini dirancang agar tidak terjadi longsor, banjir aliran lahar, dan lainnya,” tutur Gubernur.
Kemudahan berikutnya, menurut Wayan Koster adalah berkah dan restu dari Alam Semesta. “Sejak dulu lokasi ini direncanakan akan digunakan untuk berbagai proyek, enggak pernah jadi itu, karena niat yang tidak baik dan alam tidak merestui. Tanah ini sudah telantar sejak tahun 1963.
“Sekarang ini Saya ambil langkah, ngayah total. Niskala-Sakala dengan niat baik dan konsep yang baik, agar kawasan ini lebih bermanfaat tak hanya bagi Bali, tapi nasional dan bahkan dunia. Astungkara berjalan dengan mulus,” kata lulusan Institut Teknologi Bandung (ITB) Bandung ini.
Menurut Wayan Koster, Kawasan Pusat Kebudayaan Bali akan memiliki tiga zona, yakni zona inti, zona penunjang dan zona penyangga. Pada zona inti akan berisi 15 Fasilitas Pentas Seni Tradisi dan Seni Modern; 12 Museum Tematik; Auditorium Bung Karno; Desa Difable; Bali International Convention Center; Bali Exhibition Center; Pusat Promosi Ekspor; Fasilitas Pariwisata; Pelabuhan Marina; dan Taman Rekreasi Ekologis.
“Termasuk panggung terbuka utama dengan kapasitas 15.000 orang. Ada pula panggung terbuka madya dengan kapasitas 4.000 orang dan panggung terbuka lain untuk kapasitas 3.000 sampai 3.500 orang, serta 12 Museum Tematik juga akan dibangun di Zona Inti,” kata Wayan Koster.
Di zona penunjang ada areal untuk hotel, apartemen, dan fasilitas usaha pariwisata. Sedangkan zona penyangga memiliki hutan dan taman ekologis tematik seluas kurang lebih 70-90 hektare. “Jadi kawasan ini betul-betul dibangun dengan mengimpelementasikan keluhuran.
nilai-nilai kearifan lokal Sad Kerthi yaitu enam sumber utama kesejahteraan dan kebahagiaan kehidupan manusia, terdiri dari: Atma Kerthi (Penyucian dan Pemuliaan Atman/Jiwa), Segara Kerthi (Penyucian dan Pemuliaan Pantai dan Laut), Danu Kerthi (Penyucian dan Pemuliaan Sumber Air), Wana Kerthi (Penyucian dan Pemuliaan Tumbuh-tumbuhan), Jana Kerthi (Penyucian dan Pemuliaan Manusia), dan Jagat Kerthi (Penyucian dan Pemuliaan Alam Semesta).
“Kawasan zona inti Kawasan Pusat Kebudayaan Bali akan dibangun paling tidak 2-3 tahun ke depan, paling cepat selesai tahun 2024,” kata Wayan Koster.
Pembangunan Kawasan Pusat Kebudayaan Bali mengusung konsep terintegrasi, terpadu, sangat lengkap, dan komfrehensif serta hijau dan ramah lingkungan, sehingga kawasan ini akan menjadi model kawasan satu-satunya di dunia sebagai penanda peradaban Bali Era Baru.