TEMPO.CO, Jakarta - Anggota DPR RI dari Fraksi PDIP Deddy Yevri Hanteru Sitorus menilai usulan membentuk Pansus Hak Angket Minyak Goreng yang diajukan Fraksi PKS berlebihan. Dia menilai PKS tak memiliki dasar argumen yang memadai untuk mengajukan hak angket.
"Menurut saya usulan hak angket itu terlalu berlebihan, tidak punya dasar argumentasi yang memadai dan cenderung semacam kegenitan politik saja. Bagi kami, hak angket untuk khusus masalah minyak goreng saja adalah sebuah lelucon yang tidak lucu," ujar Deddy saat dihubungi Tempo, Senin, 21 Maret 2022.
Deddy menyatakan usulan PKS itu tak memenuhi persyaratan untuk mengajukan hak angket seperti tercantum dalam pasal 79 Ayat (3) Undang-Undang MD3. Dalam pasal itu disbeutkan hak angket adalah hak DPR untuk melakukan penyelidikan terhadap pelaksanaan suatu undang-undang dan/atau kebijakan pemerintah yang berkaitan dengan hal penting, strategis, dan berdampak luas pada kehidupan bermasyarakat, berbangsa, dan bernegara yang diduga bertentangan dengan peraturan perundang-undangan.
"Berdasarkan definisi itu, maka melakukan hak angket (minyak goreng) tidak memenuhi persyaratan legal konstistusional," ujarnya.
Menurut anggota Komisi VI DPR RI itu, kelangkaan minyak goreng saat ini disebabkan lonjakan harga komoditi Crude Palm Oil (CPO) dan turunannya yang disebabkan oleh menurunnya pasokan minyak nabati dunia, krisis energi dunia, dan konflik Ukraina.
Komisi VI, menurut dia, telah meminta Kementerian Perdagangan melakukan upaya untuk mengatasi persoalan kelangkaan dan tingginya harga minyak goreng. Dia pun meminta penegakan hukum terhadap para pemburu rente yang mencoba memanfaatkan situasi ini.
"Nah, yang menjadi masalah adalah munculnya pemburu rente yang mencari keuntungan dari kondisi ini, terjadi penimbunan barang yang menyebabkan kelangkaan. Jadi jelas sekali bahwa persoalannya adalah penegakan hukum yang seharusnya menjadi tanggungjawab banyak pihak, mulai dari bea cukai, kepolisian, kepala daerah dan tentu saja Kementerian Perdagangan," tuturnya.
Pada akhir pekan lalu, Fraksi PKS menyatakan akan mengusulkan pembentukan Pansus Hak Angket Minyak Goreng di DPR. Ketua Fraksi PKS DPR RI, Jazuli Juwaini, menyatakan mereka melihat indikasi pelanggaran sejumlah undang-undang dalam kisruh minyak goreng ini.
PKS lantas meminta pertanggungjawaban pemerintah baik secara politik maupun hukum. Atas dasar itu, PKS menilai pilihan penggunaan hak angket adalah paling tepat.
"Kajian internal Fraksi PKS menemukan pelanggaran undang-undang atas kisruh minyak goreng, antara lain pelanggaran atas sejumlah pasal dalam UU Nomor 7 Tahun 2014 Tentang Perdagangan, UU Nomor 5 Tahun 1999 tentang Larangan Praktik Monopoli dan Persaingan Usaha Tidak Sehat, dan UU Nomor 8 Tahun 1999 Tentang Perlindungan Konsumen," ujar Ketua Fraksi PKS DPR RI, Jazuli Juwaini.
Pasal 93 huruf (e) Undang-Undang Perdagangan, Jazuli menerangkan, menyatakan bahwa tugas pemerintah di bidang perdagangan mencakup mengendalikan ketersediaan, stabilisasi harga, dan distribusi barang kebutuhan pokok dan/atau barang penting. Karena itu, kata Jazuli, pemerintah tidak boleh lari dari tanggungjawab tersebut.
Sementara, Undang-Undang Perlindungan Konsumen sudah mengamanatkan kewajiban pemerintah untuk membuat regulasi dan kebijakan yang adil dan melindungi hak-hak konsumen.
"Demikian juga dalam Undang-Undang Larangan Praktik Monopoli, banyak indikasi pelanggaran terkait kongkalikong persaingan dan perjanjian usaha tidak sehat yang faktanya tidak bisa diatasi oleh pemerintah yang menyebabkan kelangkaan dan kemahalan minyak goreng," tuturnya.
Merujuk ketentuan perundang-undangan tersebut, PKS mengusulkan pembentukan Pansus Hak Angket Minyak Goreng.